sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tren korupsi politik dan birokrasi kian marak

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap fakta baru tren korupsi saat ini berupa kombinasi antara politik dengan birokrasi.

Tren korupsi politik dan birokrasi kian marak

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap fakta baru tren korupsi saat ini berupa kombinasi antara politik dengan birokrasi.

Koordinator ICW Ade Irawan menyebutkan, angka kasus korupsi saat ini masih tinggi. Bahkan, kombinasi antara korupsi politik dan birokrasi menjadi cara baru dalam kasus rasuah di Tanah Air.

"Kalau lihat pola korupsi sekarang, polanya jauh berbeda dari sebelumnya. Ada kombinasi antara korupsi politik dan korupsi birokrasi," ujarnya, Senin (17/9).

Hal itu diungkapkan Ade dalam diskusi terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang baru saja diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam diskusi bertajuk 'Menakar Komitmen Anti Korupsi Era Presiden Joko Widodo' ini, juga diselingi dengan acara peluncuran buku Kumpulan Opini Staff ICW

Hadir pula sejumlah pembicara dari ICW dan perwakilan staf presiden. Di antaranya, Wakil Koordinator ICW Ade Irawan, Koordinator unit Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) KPK Asep Rahmat Suwandha, dan Tenaga Ahli Kantor Staff Presiden Bimo Wijayanto. 

Ade menegaskan, upaya pemerintah dalam memberantas korupsi hingga hari ini masih dianggap kurang. Sebab, menurut data yang diperoleh ICW, tren tindak korupsi di Indonesia masih tetap tinggi.

"Kami belum puas dengan kondisi sekarang ini. Ada beberapa indikator, tren pemberantasan korupsi, tren vonis, dan lain-lain. Kalau dilihat trennya, jumlah kasus korupsi tetap tinggi," kata Ade. 

Ade juga melanjutkan, akuntabilitas partai politik juga mesti diawasi. Karena belakangan, kata dia, banyak sekali korupsi yang menyangkut Parpol. 

Sponsored

Untuk itu, Ade pun menyarankan agar pemerintah tidak hanya mengandalkan penegak hukum saja. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat harus dilibatkan juga. 

Kendati demikian, ICW cukup senang dengan adanya Perpres Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ini. Sebab, ini akan menjadi angin segar bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Tenaga Ahli Kantor Staff Presiden Bimo Wijayanto menegaskan kalau pemerintah saat ini sangat serius dalam perjuangan pemberantasan korupsi. Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 54 tahun 2018. 

"Komitmennya adalah pemerintah mendukung penuh KPK dalam upaya memberantas korupsi. Kami bersama-sama Seknas pemberantasan korupsi," kata Bimo.

Sikap antikorupsi

Secara terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks perilaku anti korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2018 sebesar 3,66  atau lebih rendah 0,05 poin dibanding 2017 yang sebesar 3,71.

Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan, IPAK disusun berdasarkan dua hal, dari sisi persepsi dan dimensi persepsi di mana terjadi peningkatan yang berlanjut dari tahun ke tahun 3,58 dan mencapai puncaknya berada di posisi 3,86.

"Artinya persepsi masyarakat sudah anti korupsi tetapi dari sisi pengalaman masih fluktuatif yaitu 3,58 jadi 3,8 atau 3,9 dan sekarang 3,7," ujarnya.

Adapun skala 5 menunjukkan sikap anti korupsi dan skala 0 tidak. IPAK jika dilihat berdasarkan sub dimensi maka didapatkan hasil indeks keluarga memiliki skor tertinggi dibanding sub dimensi yang lain.

Pola ini terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan di mana skor 4,24 di perkotaan, 4,04 di pedesaan, dan 4,15 di keduanya.

"IPAK itu kalau kita lihat per sub dimensi, indeks persepsi itu indeks keluarga paling bagus," katanya.

Indeks pengalaman publik memiliki skor tertinggi dalam dimensi pengalaman baik di perkotaan maupun perdesaan. Namun, terdapat pola yang berbeda di mana indeks pengalaman publik di perkotaan lebih tinggi dari di perdesaan dengan skor masing-masing yaitu perkotaan 3,91, perdesaan 3,4, dan keduanya 3,68

Indeks pengalaman pada 2018 sebesar 3,57 atau turun 0,03 poin dibanding indeks pengalaman di 2017 senilai 3,6.

"Untuk pengalaman baik di indeks pengalaman publik maupun lainnya menurut saya masih perlu di tingkatkan," saran Kecuk.

Dia menjelaskan, dengan melihat poin yang terlihat, perkotaan sudah masuk ke level antikorupsi. Sementara di desa masih belum masuk ke level antikorupsi.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh tim BPS, juga hasilnya adalah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan cenderung semakin antikorupsi. Pada 2018, IPAK masyarakat berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah sebesar 3,53, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 3,94 dan di atas SMA 4,02.

Karena itu kata dia, pendidikan menjadi kunci penting dalam menyadarkan masyarakat terhadap perilaku antikorupsi

Untuk masyarakat yang berusia 60 tahun atau lebih, paling 'lunak' jika dibanding kelompok usia lain. Pada 2018, IPAK 40 tahun ke bawah sebesar 3,65, usia 40-59 tahun sebesar 3,7 dan usia 60 tahun atau lebih sekitar 3,56.

Secara umum survei ini bertujuan untuk mengukur penilaian atau pengetahuan dari masyarakat terkait perilaku antikorupsi di Indonesia.

Jumlah sampel yang digunakan sendiri masih terbatas pada 9.919 rumah tangga di 34 provinsi. 

Berita Lainnya
×
tekid