sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Upeti cikal-bakal suap dan korupsi

Upeti adalah kebiasaan tradisional yang terjadi sejak zaman kerajaan-kerajaan.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Sabtu, 01 Des 2018 18:33 WIB
Upeti cikal-bakal suap dan korupsi

Dosen Sejarah Universitas Indonesia Bondan Kanumayoso mengatakan, budaya suap- menyuap sudah terjadi sejak masa kerajaan berjaya di Indonesia. Hal itu dimulai saat rakyat diwajibkan membayar upeti.

“Upeti adalah kebiasaan tradisional yang terjadi sejak zaman kerajaan-kerajaan,” kata Bondan dalam diskusi Perspektif Indonesia bertajuk “Masih Bisakah Berantas Korupsi?” di The Atjeh Connection, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12).

Selain Bondan, hadir sebagai narasumber pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia dan caleg Partai Gerindra Sudirman Said, dan anggota DPR dari PDI Perjuangan Andreas Pareira.

Menurut dosen yang meneliti soal korupsi Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) ini, awalnya upeti merupakan pungutan terhadap hasil kekayaaan. Saat ini dikenal dengan istilah pajak. Namun, dalam praktiknya, banyak pemimpin daerah yang memanfaatkan kekuasaannya untuk meminta upeti kepada rakyat kecil.

Tradisi upeti

Seiring berjalannya waktu, upeti kerap dianggap sesuatu yang biasa oleh masyarakat di masa kerajaan. Masyarakat memberikan upeti sebagai “hadiah” untuk para penguasa setempat.

Kemudian, ketimpangan terjadi ketika tak ada mekanisme untuk mengontrol pemberian upeti dari orang kecil kepada penguasa.

“Upeti yang diberikan tidak ada standar. Jadi, saat zaman kerajaan, mereka berlomba saling menunjukkan kesetiaan terhadap raja-raja atau pemimpin dengan memberi upeti,” kata Bondan.

Sponsored

Di sisi lain, para pemimpin di daerah banyak yang merampas harta warganya, serta menyalahgunakan uang pajak. Alih-alih menggunakan uang pajak demi kepentingan rakyat, mereka malah menumpuk harta masing-masing.

“Ini kemudian menjadi embrio bagi kelahiran suap dan korupsi. Hal ini juga berlanjut sampai masa penjajahan Belanda,” ujar Bondan.

VOC dan korupsi

Berdirinya VOC pada 1602 kemudian menjadi babak baru bagi sejarah Indonesia. Timbul kebiasaan membayar sejumlah uang untuk memuluskan bisnis maupun jabatan.

“Ada peraturan untuk membatasi para pedagang dari Barat untuk membawa barang atau komoditas. Mereka yang jabatannya tinggi bisa membawa lebih banyak. Dengan demikian, timbul cara-cara tertentu mereka melakukan suap agar bisa mengangkut banyak,” katanya.

Abad ke-17, kata Bondan, merupakan puncak kejayaan VOC di antara para pemain dagang dunia. Praktik korupsi yang besar tidak terangkat ke publik, karena pembagian merata. Masalah muncul ketika abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat korupsi.

“Ini mirip ketika zaman Orde Baru. VOC mengalami kemunduran. Ada ketimpangan, maka terjadi reformasi besar-besaran,” kata dia.

Pada awal abad ke-20, muncul gerakan-gerakan pemuda terpelajar di Indonesia. Perjuangan lambat-laun dilakukan melalui panggung intelektual. Meski demikian, kata Bondan, praktik suap dan korupsi terus terjadi.

“Seperti ditulisan Multatuli dalam Max Havelaar. Terjadi kesengsaraan di tanah air ini, akibat para penguasa. Hal itu juga terus berlanjut,” katanya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid