Usut gratifikasi pejabat BPN, KPK panggil direksi PT Jakpro
Direktur Operasi PT Jakpro Muhammad Taufiqurrachman akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gusmin Tuarita.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Operasi PT Jakarta Propertindo atau Jakpro, Muhammad Taufiqurrachman, untuk diperiksa dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi pendaftaran tanah oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional atau BPN.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka GTU (Gusmin Tuarita)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/2).
Belum diketahui keterkaitan Taufiqurrachman maupun BUMD milik Pemprov DKI Jakarta tersebut dalam kasus ini. Sejauh ini, KPK telah menetapkan dua pejaba BPN sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi pendaftaran tanah ini.
Keduanya ialah mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Kalimantan Barat Gusmin Tuarita, dan Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor BPN Kalimantan Barat Siswidodo.
Gusmin diduga telah menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah, termasuk dari pemohon hak guna usaha (HGU). Sejumlah pemberian itu diterima Gusmin baik secara langsung dari pemohon, maupun dari Siswidodo pada medio 2013 hingga 2018.
Dari penerimaan tersebut, Gusmin menyetorkan uang dengan total Rp22,23 miliar ke beberapa rekening pribadi dan rekening anggota keluarganya, baik istri maupun anaknya.
Gusmin diduga telah mengumpulkan sejumlah uang gratifikasi untuk dipakai sebagai uang operasional tidak resmi. Bahkan, sebagian dari uang itu digunakan untuk membayarkan honor tanpa kwitansi, seremoni kegiatan kantor, dan rekreasi pegawai, ke sejumlah tempat di NTB, Malang, dan Surabaya.
Sedangkan Siswidodo, diduga memiliki rekening khusus untuk menampung uang dari pemohon hak atas tanah tersebut. Ia juga menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi.
Gusmin dan Siswidodo disinyalir tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi itu kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja, terhitung sejak tanggal uang-uang tersebut diterima.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.