sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Usut suap Bupati Kutai Timur, KPK panggil anggota DPRD

Beberapa pejabat dan swasta juga akan diperiksa di Mapolresta Samarinda.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 10 Sep 2020 13:42 WIB
Usut suap Bupati Kutai Timur, KPK panggil anggota DPRD

Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kutai Timur (Kutim), Ramdhani, bakal diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (10/9). Dirinya berstatus saksi dalam kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kutim 2019-2020.

Yang bersangkutan rencananya diperiksa di Mapolresta Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). "Sebagai saksi untuk tersangka ISM (Bupati nonaktif Kutim, Ismunandar)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Kamis (10/9).

Penyidik juga akan memanggil pihak lain untuk kasus sama. Mereka adalah PPTK BPKAD Kutim, Yanu Tri Sugiarto; Kabid Aset BKPAD Kutim, Supartono; Kabag ULP Kutim, Noviari Noor; dan tiga pihak swasta, Hendra Ekayana, Hadijah, serta Herianto Dawang.

Selanjutnya, PPK Cipta Karya Dinas PU Kutim, Rudy Ramadhan; Kasubbag Pengelolaan PBJ ULP Kutim, Irwan Iskandar; Kasubbid Pengkajian Pembangunan Daerah Bappeda Kutim, Ahmad Firdaus; dan Komisaris CV Bulanta, Sesthy Saring Bumbungan.

Dalam perkara itu, KPK menetapkan Bupati Kutim, Ismunandar dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutim, Encek UR Firgasih, sebagai tersangka pada 3 Agustus 2020.

Juga menetapkan lima orang lainnya, Kepala Bapenda, Musyaffa; Kepala BPKAD, Suriansyah; Kepala Dinas PU, Aswandini; dan dua kontraktor, Aditya Maharani serta Deky Aryanto; sebagai tersangka.

Praktik lancung mereka bermula ketika Aditya menggarap enam proyek di Dinas PU Kutim, yakni pembangunan embung Desa Maloy Rp8,3 miliar, pembangunan Rutan Polres Kutim Rp1,7 miliar, peningkatan jalan poros Kecamatan Rantau Pulung Rp9,6 miliar, pembangunan Kantor Polsek Teluk Pandan Rp1,8 miliar, optimalisasi pipa air bersih PT GAN Rp5,1 miliar, dan pengadaan serta pemasangan LPJU APT Pranoto CS Kota Sangatta Rp1,9 miliar. Sementara Deky Aryanto telah menjadi rekanan untuk sejumlah proyek di Disdik Kutim senilai Rp40 miliar.

KPK menduga terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan kepada Aditya sebesar Rp550 juta dan Deky Rp2,1 miliar kepada Ismunandar. Uang diberikan keduanya melalui Suriansyah, Musyaffa, serta Encek pada 11 Juni 2020.

Sponsored

Kemudian Surianyah dan Musyaffa menyetor Rp2,1 miliar kepada Ismunandar dengan cara transfer ke tiga rekening milik polikus Partai NasDem itu.

Sejumlah uang yang dikirim Musyaffa dipakai Ismunandar untuk membayar elf senilai Rp510 juta, pembelian tiket pesawat ke Jakarta Rp33 juta, dan pembayaran hotel di Jakarta Rp15,2 juta.

Tak hanya itu, KPK juga mengendus penerimaan uang THR dari Aditya sebesar Rp100 juta untuk Ismunandar, Aswandini, dan Suriansyah serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp125 juta untuk kepentingan kampanyenya.

Lembaga antirasuah pun mengendus sejumlah transaksi rekening bank dari beberapa rekanan kepada Musyaffa. Total uang yang diterima mencapai Rp4,8 miliar. Diduga terkait sejumlah proyek yang didapat rekanan di Kutim.

Selanjutnya, menduga terdapat penerimaan uang sebesar Rp200 juta dari Deky yang dikirim ke rekening bank Encek. Pemberian disinyalir lantaran Ismunandar dapat menjamin anggaran sejumlah proyek tidak dipotong.

Kemudian, Encek dianggap dapat mengintervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Kabupaten Kutai Timur. Sedangkan Musyaffa, selaku orang kepercayaan Ismunandar, dapat mengintervensi penentukan pemenang untuk menggarap proyek.

Adapun Surianyah diduga dapat mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan. Sementara Aswandini dinilai dapat mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan memenangkan proyek di Dinas PU Kutim.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Ismunandar, Encek UR Firgasih, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara pihak yang diduga pemberi, Aditya Maharani dan Deky Aryanto, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf A atau B atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid