sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

UU ITE tidak bisa direvisi dalam waktu dekat

Masa kerja DPR periode 2014-2019 hingga sampai akhir September. Ini tidak memungkinkan merevisi UU.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 09 Jul 2019 15:31 WIB
UU ITE tidak bisa direvisi dalam waktu dekat

Komisi I DPR pesimistis bisa menuntaskan revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 pada tahun ini. Masa bakti DPR menjadi pembatas penyelesaian peraturan yang kini menjerat seorang perempuan bernama Baiq Nuril.

"Masa waktu (kerja) dari DPR (periode 2014-2019) hingga sampai akhir September, sehingga tidak mungkin melakukan perbaikan, seperti merevisi Undang-undang ITE dalam waktu yang sangat mepet seperti sekarang ini," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Yudha di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7).

Satya Yudha mengatakan, kasus Baiq Nuril semestinya bisa dijadikan pelajaran agar pasal-pasal yang tidak memberikan kepastian hukum bisa dievaluasi kembali. Jika UU itu masuk dalam pembahasan untuk direvisi, kata dia, itu artinya harus kembali menyusun program legislasi nasional dan subtansinya bisa berubah. 

Kendati demikian, Satya berharap untuk periode selanjutnya anggota DPR yang baru bisa menangkap isu ini dan menjadikan revisi UU ITE sebagai prioritas. 

Selain itu, aparat penegak hukum di Indonesia bisa lebih bijaksana melihat permasalahan yang menjerat Baiq Nuril. Tidak hanya dari aspek pasal per pasal, tapi juga dari aspek sosial. 

Sementara Komisi Yudisial menyatakan belum menerima laporan terhadap hakim Mahkamah Agung yang menolak permohonan peninjauan kembali terpidana Baiq Nuril dalam sidang peninjauan kembali.

"Terhadap putusan PK (peninjauan kembali) belum ada yang diajukan kepada KY. Kami belum bisa memberikan respons," tutur Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta di Gedung KY, Jakarta, Senin.

KY memang sudah menerima laporan yang disampaikan dan melakukan pemeriksaan. Namun, laporan tersebut semata-mata terkait pertimbangan hakim dalam putusannya, sementara KY menghormati independensi hakim.

Sponsored

KY pun menghargai keputusan hakim sehingga laporan itu dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik.

Untuk putusan peninjauan kembali, Sukma mempersilakan masyarakat melaporkan hakim yang memutus hal tersebut apabila diduga terdapat pelanggaran kode etik selama mengambil keputusan.

"Kemarin sudah ada yang melaporkan ke KY terkait dengan putusan kasasi, sudah diputuskan, sekiranya ada lagi yang menyampaikan ke KY laporannya atas putusan PK silakan, nanti akan kami periksa," ucap Sukma.

Majelis hakim Mahkamah Agung dalam putusan sidang peninjauan kembali telah menolak permohonan terpidana Baiq Nuril. Putusan yang disampaikan Majelis Hakim Suhadi bersama anggotanya Desnayeti dan Margono telah tertuang dalam registrasi nomor W25.U1/249/HK.01/1/2019.

Secara langsung, putusan PK itu menerima kasasi yang disampaikan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung pada 26 September 2018. Baiq Nuril dinyatakan telah terbukti bersalah menyebarkan rekaman dugaan pelecehan seksual.

Hakim kasasi menjatuhkan pidana hukuman untuk Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis hukuman itu sesuai dengan Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 11/2008 tentang ITE. (Ant)    

Berita Lainnya
×
tekid