sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sebut UU MK berubah, buruh pikir-pikir ajukan JR

Buruh bakal kembali gelar aksi mogok nasional tolak UU Ciptaker.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 12 Okt 2020 16:01 WIB
Sebut UU MK berubah, buruh pikir-pikir ajukan JR

Serikat pekerja masih pikir-pikir mengajukan uji materi atau judicial review (JR) ke Mahkamah Konsitusi (MK). Mereka juga masih mempelajari tuntutan mencabut Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan DPR pada 5 Oktober lalu.

“Untuk judicial review masih kita pertimbangkan, karena kita mendengar UU MK itu sudah berubah. Kita harus pelajari UU MK itu sendiri. Yah, baik kenetralannya. Juga kewenangannya. Jangan sampai MK tidak punya kewenangan atau otorisasinya bisa diabaikan,” tutur Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin (FSP LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Arif Minardi dalam keterangan pers virtual, Senin (12/10).

Ia menjelaskan, pihaknya akan menempuh berbagai upaya legal untuk membatalkan UU Ciptaker tersebut. Berdasarkan rapat bersama 32 federasi serikat pekerja pada Sabtu (10/10), sambung dia, mogok nasional akan tetap dilanjutkan di DKI Jakarta dan beberapa daerah. Namun, aksi unjuk rasa akan diatur agar berlangsung damai.

Ia curiga adanya permainan oknum di balik aksi unjuk rasa di DKI Jakarta yang berakhir ricuh kemarin. Arif pun berupaya menghindar dari politisasi aksi unjuk rasa.

“Seolah-olah kita dianggap berpolitik. Padahal, tidak. Kita hanya menuntut agar Undang-Undang (UU) Cipta Kerja itu dicabut,” ucapnya.

Ia pun mengkritik para Menteri Joko Widodo (Jokowi) yang percaya diri menyebut UU Ciptaker pro buruh. Padahal, sambung Arif, anggota DPR RI saja ada yang belum mendapatkan dokumen resminya.

“Kita belum tahu dokumen resminya. Kita juga belum bisa membuat analisanya seperti apa. Nanti dibilang hoaks lagi, mengapa mereka tidak bisa menjelaskan, sementara UU belum keluar, belum ada yang resmi. Saya tidak tahu menteri itu ngomong dengan apa, itu yang kita tahu, maka pada saat ini belum bisa berbicara hoaks dan tidak hoaks,” ujar Arif.

Seperti yang diketahui, berbagai kalangan akademisi meragukan MK bisa menangani perkara uji materi UU Ciptaker secara independen. Pasalnya, Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK).

Sponsored

RUU MK dinilai mencerminkan bentuk politisasi terhadap para hakim yang dilakukan DPR dan pemerintah. Hal tersebut dapat ditinjau dengan penambahan perpanjangan masa jabatan hakim MK yang tercantum dalam Pasal 87 huruf c RUU MK.

Disebutkan, masa jabatan hakim dapat diperpanjang hingga usia 70 tahun, terutama bagi hakim yang sudah menginjak umur 60 tahun. Namun, perpanjangan ini tak berlaku bagi hakim di bawah usia 60 tahun.

Di sisi lain, penunjukan Hakim MK yang dilakukan oleh Presiden dan DPR juga dapat menjadi dasar penilaian potensi kebocoran independesi hakim MK. Pengesahan RUU MK pun disebut merupakan imun bagi hakim MK agar dapat melanggengkan kebijakan pemerintah.

Berita Lainnya
×
tekid