Walhi minta pemerintah tunda bahas RUU SDA
Walhi meminta pemerintah dan DPR menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA). Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu A Perdana mengatakan, pemerintah terkesan tergesa-gesa dalam merampungkan RUU
SDA.
"Pemerintah, baik legislatif dan eksekutif, seperti mengejar ketertinggalan berbagai regulasi (sebagai) strategi di akhir masa jabatannya. RUU SDA ini harus ditunda karena banyak diperdebatkan publik," kata Wahyu di kantor Walhi, Tegal Parang, Jakarta, Minggu (1/9).
Menurut Wahyu, RUU SDA yang rencananya akan diketok pada bulan ini belum layak untuk disahkan menjadikan undang-undang. Apalagi, sama seperti RUU Pertanahan dan RUU Minerba, pembahasan RUU SDA selama ini tidak banyak melibatkan publik.
"RUU SDA ini harusnya dibahas secara matang dan melibatkan keterlibatan dan masukan publik karena kita tahu dalam sejarah MK (Mahkamah Konstitusi), UU SDA ini pernah dibatalkan secara keseluruhan pada 2015 lalu," katanya.
Menurut Wahyu, para penyusun RUU masih memandang air sebagai komoditas di dalam RUU SDA. Padahal, air merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. "Putusan MK menegaskan bahwa air merupakan hak masyarakat dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup," jelasnya.
Selain itu, keberadaan RUU SDA harus sesuai dengan UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU itu, pemerintah wajib menjaga kualitas air. "Kualitas air menjadi prasyarat mutlak bagi penyediaan air yang baik dan sehat," ujarnya.
Di sisi lain, Walhi mengusulkan untuk memasukkan poin biaya konservasi sebagai bagian afirmatif untuk memastikan adanya tanggung jawab korporasi. "Menyatukannya sebagai bagian dari Biaya Jasa Pengelolaan Sumberdaya Air (BJP-SDA justru mengaburkan tanggung jawab korporasi," ujar Wahyu.
Untuk itu, Wahyu menilai RUU SDA ini tidak perlu dipaksakan untuk disahkan oleh anggota DPR periode 2014-2019. "Biarlah itu menjadi pekerjaan yg dilakukan DPR baru yang terpilih, sehingga RUU ini bisa dibahas secara lebih matang dan tidak grasa grusu," imbuhnya.