sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Yang salah dalam kucing-kucingan perusahaan vs pemerintah di tengah PSBB

Di tengah pemberlakuan PSBB, Kemenperin malah mengizinkan perusahaan nonesensial beroperasi.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 23 Apr 2020 17:04 WIB
Yang salah dalam kucing-kucingan perusahaan vs pemerintah di tengah PSBB

Meskipun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah berlaku selama lebih dari sepekan, pusat perbelanjaan Plaza Atrium, Senen, Jakarta Pusat, masih tetap beroperasi, Sabtu (18/4) . Sejumlah toko dan gerai tampak buka seperti hari-hari biasanya.

Di salah satu gerai telepon seluler, Siti "beraksi". Dari balik masker yang menutupi hidung dan mulutnya, suara sales promotion girl (SPG) yang tinggal di Jakarta Utara itu menyapa setiap pengunjung yang melintas di depan gerainya. 

"Silakan, Mas. Lihat-lihat aja dulu. Masuk aja, ya. Jangan dari luar (gerai). Nanti tempat ini bisa ditutup kalau lihat ada kerumunan," ujar Siti kepada Alinea.id. 

Menurut Siti, puluhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta sempat menyambangi gerainya hari itu. Mereka mengancam akan menutup paksa tempat kerja Siti jika melihat ada kerumunan di gerai.

Meski ia dan rekannya sempat diintimidasi, Siti bersyukur itu rombongan Satpol PP itu segera berlalu. "Kalau (gerai) ini juga ditutup, kami tidak dapat gaji ke depan. Saya bingung juga mau cari kerja di mana saat-saat begini," tutur Siti. 

Nasib Siti sedikit lebih beruntung dari Gabriel. Baru bekerja selama dua bulan di salah satu pusat elektronik di Mal Grand Indonesia, pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur itu kini menganggur. Pekan lalu, ia dirumahkan oleh bosnya.

"Sekitar lima puluhan orang yang berhenti. Katanya, nanti dipanggil lagi kalau keadaan sudah mulai membaik," kata Gabriel saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, Selasa (20/4).

Penjualan elektronik merupakan salah satu aktivitas dagang yang dilarang selama PSBB berlaku di DKI Jakarta. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Jakarta.

Sponsored

Pada Pasal 10 Pergub tersebut disebutkan hanya 11 sektor yang diizinkan tetap beroperasi, semisal sektor kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional.

Meski demikian, aturan yang dikeluarkan Gubernur Anies Baswedan itu tak sepenuhnya dipatuhi. Hingga kini, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta mencatat ada 433 perusahaan di Jakarta melanggar aturan PSBB di Jakarta. Sebanyak 52 perusahaan telah ditutup sementara lantaran membandel meski telah menerima teguran.

Selain menutup perusahaan pelanggar PSBB, Disnakertrans DKI juga menegur ratusan perusahaan yang boleh beroperasi sesuai Pergub, tapi tidak menerapkan protokol kesehatan. Perusahaan-perusahaan itu tersebar di Jakarta Pusat (58), Jakarta Barat (33), Jakarta Utara (29), Jakarta Timur (31), Jakarta Selatan ( 48), dan Kepulauan Seribu (4).

Petugas Satpol PP berjaga di pintu masuk guna mencegah aktivitas masyarakat saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 di kawasan Glodok, Jakarta, Kamis (23/4). /Foto Antara

Polemik izin Kemenperin 

Di luar 11 sektor yang diziinkan beroperasi, ada 190 perusahaan yang diberikan peringatan oleh Disnakertrans DKI. Meski bukan perusahaan-perusahaan yang dikecualikan dalam Pergub No 33/2020, mereka masih bisa beroperasi lantaran mengantongi izin Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Total, ada 11.172 perusahaan/industri yang telah mendapatkan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMK) dari Kemenperin. Mayoritas perusahaan yang diberi izin bergerak di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil. 

Menurut Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, industri-industri nonesensial tersebut masih perlu beroperasi selama PSBB karena berkaitan dengan kebutuhan industri esensial. Hal itu, kata dia, juga dijelaskan dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.

 "Untuk poin 3b (Permenkes), jenis-jenis industri yang tidak termasuk poin a (yang diperbolehkan beroperasi) dan membutuhkan proses berkelanjutan, boleh tetap melakukan kegiatan produksinya dengan izin Kemenperin," kata Agus dalam sebuah telekonferensi di Jakarta, Selasa (21/4).

Menurut Agus, penerbitan IOMK tidak akan dibatasi. Asalkan memenuhi syarat, Kemenperin bakal menerbitkan IOMK bagi perusahaan-perusahaan yang terimbas kebijakan PSBB.

"Kita pastikan sebelum satu jam, sudah keluar izinnya. Yang pasti, industri harus memperhatikan dan mengindahkan protokol kesehatan yang sudah diatur dalam surat edaran kami," ujar politikus Partai Golkar ini.

Meski mengobral izin, menurut Agus, Kemenperin bakal menindak tegas industri yang tidak memenuhi protokol kesehatan dalam proses produksinya. Bahkan, Kemenperin memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membekukan aktivitas usaha para pelanggar protokol. 

"Jika sudah dibina, sudah diperingati, dan sudah disegel sementara, tapi masih nakal juga, maka pemda (pemerintah daerah) setempat bisa melaporkan ke kami dan bisa usulkan pencabutan izin IOMK tersebut. Kami tidak akan ragu untuk cabut IOMK," tegas Agus. 

Kepada Alinea.id, anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen mengatakan izin Kemenperin kontradiktif dengan tujuan PSBB. Menurut dia, seharusnya perusahaan yang kategorinya tidak diizinkan Pergub dan Permenkes wajib menghentikan operasinya. 

"Makanya, harus jelas dan tegas. Jangan yang ini boleh dan ini enggak boleh. Aturannya gimana? Harus mentaati itu. Pemerintah yang bikin aturan masa melanggar juga? Kan lucu. Artinya, apa yang sudah diputuskan, ya, ditaati," kata pria yang akrab disapa Gus Nabil ini melalui sambungan telepon, Selasa (21/4).

Menurut Gus Nabil, ketidaksinkronan antara larangan operasional perusahaan selama PSBB yang dikeluarkan Pemprov DKI dan izin Kemenperin kembali menunjukkan buruknya koordinasi antarinstansi pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. 

Apalagi, Pergub Nomor 33/2020 merupakan aturan teknis yang dirilis pemerintah daerah berbasis pada aturan-aturan dalam Permenkes. Itu mengindikasikan masing-masing kementerian masih mengedepankan ego sektoral. 

"Silang sengkarut antara si A dan si B, menteri A dan menteri B. Itu kan lucu. Kalau pusat dan daerah kita maklumi, tapi antarmenteri kan lucu. Emang presidennya siapa? Kan cuma satu presidennya. Masa ada dua yang kasih arahan? Kan enggak mungkin," tegasnya.

Supaya PSBB efektif, ia menyarankan agar pemerintah memberlakukan mekanisme reward and punishment bagi perusahaan-perusahaan. Yang melanggar, kata dia, harus diberi sanksi tegas. "Jadi, fair. Gitu lho," imbuh politikus PDI-Perjuangan itu.

Ratusan kendaraan memadati titik pemeriksaan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Perbatasan Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/4). /Foto Antara

PSBB perlu dievaluasi total 

Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menilai wajar jika masih banyak perusahaan yang beroperasi hingga kini. Pasalnya, pemerintah memilih opsi PSBB ketimbang karantina wilayah untuk meredam pandemi.

Merujuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, menurut Rissalwan, operasional perusahaan hanya bisa dihentikan jika menggunakan karantina wilayah, bukan PSBB. Tujuan PSBB hanyalah mengurai kerumunan warga. 

"PSBB itu adalah instrumen hukum untuk mengurai kerumunan. Jadi, harus dilihat konteksnya. Perusahaan itu kerumunan atau bukan? Ini kan punya terminologi hukum yang berbeda. Kalau dianggap mengurai kerumunan, ya, enggak bisa (melarang perusahaan)," kata Rissalwan.

Dalam pemberlakuan PSBB, Pemprov DKI Jakarta tidak menutup akses transportasi publik. Menurut Rissalwan, itulah yang menyebabkan karyawan kantor atau pekerja pabrik masih bisa bergerak menuju ke tempat mereka bekerja. 

"Nah, kalau karantina wilayah, disebutkan dalam pasal-pasal di UU itu bahwa di situ ada pembatasan perimeter. Dikasih pembatasan kayak garis polisi gitulah. Dengan cara itu, perusahaan tidak perlu ditutup, tapi akan menutup sendiri (aktivitasnya) karena aksesnya ditutup," kata dia.

Lebih jauh, Rissalwan mengatakan, Pergub dan Permenkes bukan payung hukum yang kuat untuk mengatur perusahaan yang membandel. Bukan tidak mungkin, kata dia, pihak perusahaan menuntut balik aparat pemerintah yang menghentikan aktivitas usaha mereka secara paksa.

"Karena dasar hukumnya tidak kuat untuk bisa membuat perusahaan tidak beroperasi. Pergub hanya mengatur perusahaan-perusahan yang berada di bawah naungan yang perizinannya di Pemda DKI. Kalau perusahaan itu perizinannya tidak di Pemda DKI, bagaimana?" jelasnya.

Infografik Alinea.id/Oky Diaz

Anggota Komisi IX Kurniasih Mufidayati mengatakan sudah saatnya Presiden Jokowi mengevaluasi total PSBB. Menurut dia, kebijakan-kebijakan kontradiktif yang dikeluarkan kementerian dan instansi terkait hanya bikin bingung dan tidak efektif menghentikan penyebaran wabah Covid-19. 

"Jadi perlu ada evaluasi secara komprehensif terkait pelaksanaan PSBB di Jakarta selama sepekan ini. Enggak cuma dari sisi kantornya aja, tapi yang lain juga. Artinya, dievaluasi secara total. Semuanya," kata Kurniasih.

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno sepakat perlu ada evaluasi dalam penerapan PSBB. Apalagi, ini bukan kali pertama instansi pemerintah mengeluarkan kebijakan yang kontradiktif.

"Contoh lain adalah dibolehkannya ojol (ojek online) membawa penumpang (oleh Kementerian Perhubungan), sedang ketentuan PSBB DKI melarang itu. Karena itu, harus konsisten. Berikan sanksi administrasi berupa cabut izin atau tidak diperpanjang izin usaha (bagi perusahaan yang melanggar)," tutur Agus. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid