Yasonna klaim pasal penghinaan presiden sasar hina secara personal
Pasal penghinaan presiden dalam RKUHP bersifat delik aduan.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H. Laoly, mengatakan pasal penghinaan presiden bertujuan untuk mempidanakan pihak-pihak yang menyerang harkat dan martabat presiden secara personal. Dia membantah pasal penghinaan kepada kepala negara untuk membungkam pengkritik.
Hal ini menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR terkait pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) saat rapat kerja di DPR, Rabu (9/6).
Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan, pasal penghinaan dalam RKUHP berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang telah membatalkan pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menyasar kasus-kasus penghinaan presiden.
"Saya kira kita sangat liberal kalau kita membiarkan (presiden dihina secara personal). Kalau di Thailand lebih parah, jangan-jangan coba menghina raja, itu lebih parah. Di Jepang dan bahkan di beberapa negara hal yang lumrah," kata Yasonna.
Menurutnya, pasal penghinaan presiden dalam RKUHP bersifat delik aduan. Artinya, laporan bisa ditindaklanjuti jika ada pihak yang melaporkan.
"Sekarang kan beda, dia menjadi delik aduan. Kalau kita membiarkan, masak saya dihina orang dan saya mempunyai hak secara hukum untuk harkat dan martabat, bukan sebagai pejabat publik," jelasnya.
Menurut Yasonna, dalam ruang demokrasi, kebebasan berpendapat bukan berarti sebebas-bebasnya. Dia memastikan, pasal penghinaan presiden tidak akan merembet ke arah kritik terhadap pemerintah.
"Saya kira tidak sampai ke situ lah (kritik). Saya kira kritik ada batas-batas, dan kita harus jaga sebagai bangsa Indonesia yang beradab. Mengkritik presiden sah, kritik kebijakannya atau apalah," katanya.
Yasonna mengatakan, secara pribadi Presiden Joko Widodo mengaku tidak memiliki persoalan dengan pasal penghinaan. Kendati demikian, tujuan dicantumkannya pasal penghinaan Kepala Negara dalam RKUHP demi menjaga harkat dan martabat presiden yang akan datang.
"Kita tahu lah dia (Jokowi) dituduh dengan segala macam isu. Dia tenang-tenang aja. Beliau katakan kepada saya, saya gak ada masalah dengan pasal itu. Tapi, apakah kita biarkan presiden yang akan datang dibegituin?," pungkasnya.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Perang OTT adu konten orisinal demi berebut kue di tanah air
Rabu, 10 Agst 2022 08:05 WIB
Omicron dan urgensi kembali wajib bermasker
Selasa, 09 Agst 2022 16:07 WIB