sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

YLBHI: Banyak napi asimilasi jadi korban framing

YLBHI mendukung program asimilasi Kementerian Hukum dan HAM

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Rabu, 29 Apr 2020 07:50 WIB
YLBHI: Banyak napi asimilasi jadi korban framing

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tidak sependapat dengan mereka yang menganggap narapidana (napi) asimilasi meresahkan masyarakat.

Hal ini sebagai respons atas tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menggugat kebijakan asimilasi napi di tengah pandemi, lantaran dinilai telah meresahkan masyarakat.

"Tapi jika ada gugatan itu wajar. Karena sekarang menurut saya hanya ada framing dari oknum bahwa kejahatan di mana-mana, dan napi yang dilepaskan banyak yang mengulangi perbuatannya," kata Ketua YLBHI, Asfinawati kepada Alinea.id, Selasa (28/4).

Padahal data menunjukkan kebanyakan napi yang mendapatkan program asimilasi tidak meresahkan masyarakat. Menurut Asfin hanya 27 orang yang kembali melakukan tindakan kriminal, di antara 38.822 orang yang dibebaskan.

Secara persentase, angka tersebut bahkan tidak lebih dari 0,1%. Melainkan hanya 0,07% saja, berdasarkan data dari Kabareskrim per 21 April 2020. Selain angkanya sedikit, banyak juga informasi yang dinyatakan hoaks.

"Tahu kasus hoaks yang perampokan di Ranch Market kan? Itu ternyata tidak benar. Dan anehnya yang begini orangnya (penyebar) malah tidak ditangkap. Entah ada atau tidak orang aslinya," urai Asfin.

Dikatakan Asfin, sebenarnya YLBHI sangat mendukung program asimilasi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) ini. Apalagi dengan tujuan membunuh rantai persebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan dan untuk mengurangi overcapacity.

Namun demikian, melihat isu ini telah menjadi bola liar di tengah publik, penting rasanya bagi pemerintah mengevaluasi program ini.

Sponsored

Misalnya, kata Asfin, dengan cara mengoptimalkan pengawasan bagi para napi, memberikan edukasi atau sosialisais kepada masyarakat di lingkungan napi tersebut tinggal, dan memberikan bantuan sosial (bansos) kepada napi agar mereka tidak lagi berpikir untuk melakukan kejahatan.

Bukan hanya itu, Asfin juga berharap tidak ada lagi penyebaran informasi kejahatan yang berlebihan di tengah masyarakat. Apalagi yang menyebarkan informasi tersebut adalah oknum kepolisian.

Pasalnya, hal ini terkesan dilihat bertolak belakang dari semangat Kemenkum HAM dalam memberikan program asimilasi. Membuat masyarakat menjadi bingung dan resah.

Sebagai contoh informasi mengenai rencana penjarahan kelompok Anarko di seluruh pulau Jawa pada tanggal 18 April. Nyatanya, apa yang dinformasikan aparat kepolisian itu tidak benar.

"Terus sempat viral video yang katanya Anarko, ternyata ketahuan dia pencuri helm," sambung Asfin. 

Sebelumnya, tiga LSM menggugat kebijakan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly, terkait program asimilasi kepada 30.000 narapidana di tengah pandemi ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah pada Kamis (23/4).

Ketiga LSM tersebut, yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen (MAKI), serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H).

Berdasarkan keterangan dari koordinator MAKI, Boyamin Saiman, gugatan ini dilayangkan lantaran dampak kebijakan pembebasan 30.000 napi yang telah meresahkan masyarakat.

"Di mana para napi yang telah dilepas sebagian melakukan kejahatan lagi dan menimbulkan keresahan pada saat pandemi corona," ujar Boyamin dalam keterangan tertulis, Minggu (26/4).

Dikatakan Bonyamin, napi yang kembali berulah telah membuat masyarakat di Surakarta menjadi selalu ketakutan dan waspada. Mereka terpaksa mengantisipasi ulah napi asimilasi dengan cara melakukan ronda di setiap kampung.

Bukan hanya itu, tidak sedikit di antara mereka yang juga mengeluarkan biaya untuk guna membuat portal di jalan masuk gang perkampungan. Hal ini dilakukan demi keamanan kampung mereka.

Adapun tergugat dalam laporan ini adalah Kepala Rutan Surakarta, Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah, dan Menkumham Yasonna Laoly.

Berita Lainnya
×
tekid