sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

YLBHI: RUU KUHP baru masih berbau kolonial

"Ini lebih menyakitkan, masyarakat dijajah bangsa sendiri lewat RUU KUHP ini," ujar Ketua YLBHI Asfinawati.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Sabtu, 21 Sep 2019 21:28 WIB
YLBHI: RUU KUHP baru masih berbau kolonial

DPR RI dan pemerintah sempat mengklaim bahwa rencana pembuatan RUU KUHP didasari guna dekolonialisasi KUHP lama. Bagi DPR RI dan pemerintah, dalam KUHP lama masih sangat beririsan dengan ajaran Belanda yang bertolak belakang dengan NKRI.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, pernyataan tersebut tidak pas jika dinyatakan sebagai latar belakang akan perubahan RUU KUHP. Pasalnya, menilik pasal-pasal yang termaktub dalam RUU KUHP, nyatanya masih banyak yang mencerminkan kebijakan kolonial.

"Ini kontradiktif ya. Mau dekolonialisasi kesannya malah mau bangun kolonial versi Indonesia. Ini lebih menyakitkan, dijajah bangsa sendiri jadinya masyarakat lewat regulasi ini kalau melihat materi yang ada sekarang," papar Asfinawati di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/9).

Sebagai contoh pada pasal yang mengatur mengenai unggas yang dimuat dalam Bagian Ketujuh Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman dan Pekarangan Pasal 278 RUU KUHP. Dikatakan Asfinawati sejatinya aturan ihwal unggas ini telah ada dalam KUHP lama. Parahnya aturan mengenai unggas dalam RUU KUHP sekarang lebih ketat.

"Dia ini kan sudah ada di Undang-undang yang lama. Makannya saya pertanyakan, ini apa benar mau mengikuti semangat kolonial atau tidak? Kalau semangatnya untuk menghilangkan kolonialisme tapi masih mengambil pasal-pasal kolonial, apa bedanya?" tanyanya.

Berangkat dari hal tersebut, ia memohon kepada DPR RI dan pemerintah tidak berdalih seperti itu. Hal tersebut, bagi Asfinawati merupakan sebuah bualan yang dilakukan oleh DPR RI dan pemerintah.

Dijelaskannya, tesis dekolonialisasi telah gugur lantaran masih banyak pasal-pasal kolonial yang termaktub dalam draf RUU KUHP. 

Sementara itu, menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad, RUU KUHP ini adalah upaya baik untuk membunuh KUHP versi Belanda atau kolonial. Seharusnya, masyarakat bisa melihat bahwa KUHP versi kolonial masih sangat liberal dan tidak sesuai dengan adat istiadat NKRI.

Sponsored

"Mau sampai kapan kita mencintai koloniakisme? Mau sampai kapan kita cintai produk Belanda ini? Menurut saya ini sudah tepat," kata Suparji pada kesempatan yang sama.

Berita Lainnya
×
tekid