Mengakhiri penantian panjang empat tim kampiun
Empat tim yang bakal berlaga di babak semifinal sama-sama telah menunggu panjang momen ini.
Kendati sejumlah prediksi sempat meleset, usai tim besar macam Argentina, Brasil, Jerman terjungkal dari Piala Dunia, tapi laga panas di babak semifinal tetap laik ditunggu. Pasalnya, keempat negara yang tersisa, yakni Prancis, Belgia, Kroasia, dan Inggris telah lama menanti pertandingan ini. Sehingga, masing-masing negara sengaja mempersiapkan performa terbaik mereka setelah jeda.
Timnas Prancis misalnya, harus menunggu selama 12 tahun untuk masuk ke semifinal Piala Dunia kembali. Si biru (Les Bleus) ini memang tercatat pernah jadi jawara pada 1998 pasca-menumbangkan Brazil. Namun, di laga-laga berikutnya, tim yang pernah melambungkan nama Zinedine Zidane itu selalu tersandung, jarang mencapai big match. Beberapa kali menapaki final, sekali juara, sisanya berujung pilu karena dibungkam Italia di partai puncak. Lalu keok bertubi-tubi, menghadapi Brasil pada 1958 dan Jerman Barat pada 1982 lewat drama tos-tosan.
Beruntung di perhelatan akbar kali ini, Prancis berhasil memaksa dua jagoan di atas rumput dari Amerika Latin, Argentina dan Uruguay bertekuk lutut di fase knock out. Total, di Piala Dunia 2018, Prancis telah mencatatkan empat kemenangan dan sekali ditahan imbang. Tim asuhan Didier Deschamps (49) itu membukukan sembilan gol dan kebobolan empat kali.
Dari gol-gol Prancis, sejumlah tiga di antaranya atau 33,3% dibukukan di babak pertama. Satu dicetak saat pertandingan berumur 0-15 menit, dua sisanya antara menit ke-30 hingga ke-45. Usai jeda, Prancis memproduksi enam gol, dua gol di rentang menit ke-46 sampai ke-60, tiga gol dicetak pada menit ke-61 hingga ke-75, sisanya di menit ke-76 sampai ke-90.
Pencapaian itu terwujud berkat skuad yang solid dengan gelandang mumpuni macam Paul Pogba dan N'Golo Kante selaku jangkar. Lalu ada trio Kylian Mbappe-Antoine Griezmann-Blaise Matuidi sebagai gelandang serang. Prancis hanya lemah di sektor depan karena Olivier Giroud sebagai garda depan dinilai kurang tajam.
Mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan ini, pelatih akan meletakkan ujung tombak pada Griezmann dan Mbappe. Ia sadar, laga melawan Belgia akan terasa sukar. Apalagi setelah tim tersebut sukses membuat kejutan setelah mengalahkan Brasil di babak perempat final.
"Saya memiliki tim penuh untuk dipilih dan saya pastikan tidak ada pemain yang harus beristirahat. Meskipun kami mengistirahatkan empat pemain hari ini. Itu adalah tindakan pencegahan," kata sang pelatih.
Prancis sendiri telah bertatap muka dengan Belgia sebanyak 73 kali, dengan rekam jejak menang 24 kali, 19 pertandingan berakhir imbang. Sementara, The Red Devils tercatat pernah membungkam Prancis sejumlah 30 kali.
Dalam Piala Dunia tahun ini, Belgia memang menjadi buah bibir karena berhasil menjadi satu-satunya tim yang memenangi semua pertandingannya di Rusia. Mereka juga tim paling produktif dengan 14 gol. Namun, senada dengan Prancis, Belgia juga telah menunggu panjang untuk bisa masuk ke babak semifinal. Menurut catatan FIFA, Belgia menjejak semifinal terakhir pada 1986.
Tim ini memenuhi semua kriteria dengan sebaran kekuatan yang merata di semua lini, termasuk para pemain cadangan mereka. Tak dipungkiri pula, kemenangan atas Brasil menjadi stimulan kepercayaan diri yang ampuh bagi skuad asuhan Roberto Martinez itu. Hanya saja, Roberto harus lebih memperhatikan lini pertahanan, apalagi jika tim digempur serbuan cepat.
Jika Roberto gagal mengolah lini pertahanannya, maka ini bisa jadi ancaman buat Belgia. Pengamat sepakbola Mark Lawrenson, dilansir BBC menyatakan, Belgia bisa jadi tak cukup siap menghadapi Prancis. “Belgia harus bersiap menghadapi tim sekaliber Prancis, yang telah matang mempersiapkan dan selangkah di depan mereka,” ujarnya.
Kedua tim ini akan bertanding pada Selasa (10/7) atau Rabu dini hari WIB di Stadion Krestovsky, dan dipimpin wasit asal Uruguay, Andres Cunha.
Di sisi lain, pertandingan antara Kroasia dan Inggris, Kamis (12/7) juga sayang dilewatkan. Pasalnya, Kroasia juga telah menunggu lama memasuki gerbang semifinal sejak 1998. Kala itu mereka hanya bisa merebut posisi ketiga.
Tim sepakbola Inggris di Piala Dunia 2018./ Reuters
Di gelaran tahun ini, Kroasia berbenah total hingga mengingatkan penggemarnya pada masa kejayaan saat skuad Zvonimir Boban, Davor Suker, dan Alen Boksic dua dekade silam masih memperkuat tim. Sekarang, skuad digawangi pemain unggulan, seperti Luka Modric, Ivan Rakitic, Ivan Perisic, Marcelo Brozovic, dan Mateo Kovacic. Sehingga, Kroasia bisa dengan mudah mendominasi penguasaan bola.
Sayang, ketiadaan bomber yang mumpuni, membuat tim kerap terjebak drama adu penalti melawan Denmark dan Rusia. Namun, tak dipungkiri, Kroasia cukup berprestasi karena mencetak kemenangan di lima laga. Bahkan tim tersebut selalu melahirkan gol dalam sembilan pertandingan beruntun.
Meski begitu, Inggris tak bisa dianggap sebagai lawan yang enteng. Perhelatan Piala Dunia 2018 sendiri jadi semifinal ketiga untuk Inggris (1966 di Inggris, 1990 di Italia, dan 2018 di Rusia). Apalagi saat ini Inggris sedang diliputi kepercayaan tertinggi, karena berhasil melenggang ke semifinal tanpa kesulitan berarti.
Skuad Inggris juga menarik karena diperkuat Harry Kane sebagai mesin pencetak gol utama. Harry sejauh ini telah menghasilkan enam gol di Piala Dunia. Kejelian Inggris memanfaatkan skema bola mati, dinilai Lawrenson juga jadi nilai positif.
Tak hanya penguatan internal, dukungan hooligan dengan nasionalisme berlebihan juga diyakini menjadi suntikan semangat bagi tim Inggris. Pembelajar di Universitas Leeds, Inggris sekaligus pemerhati sepakbola, Wisnu Prasetya dalam esainya bertajuk “Menertawakan Media Inggris” pernah menyebut, skuad sepakbola Inggris telah kembali ke rumahnya. Oleh karena itu, frasa “football’s coming home” dinyanyikan seluruh supporter tiap tim kesayangan mereka berlaga di turnamen-turnamen besar.
Lagu yang dirapalkan seperti mantra penguat ini menunjukkan keyakinan, tim sepakbola mereka tampil dengan performa terbaik di Piala Dunia. Apalagi dengan Harry Kane, diyakini sepakbola akan kembali ke rumahnya di Inggris.
Keyakinan itu cukup beralasan, sehingga Lawrenson memprediksi Inggris akan menekuk lawannya dengan skor akhir 2-1. Dengan catatan, Gareth Southgate tak melulu bergantung pada situasi bola mati yang belum pasti datang di saat-saat penting.