sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Wiranto ancam cari dan tangkap tokohnya aksi massa di MK

Tidak ada alasan bagi pihak mana pun untuk menggerakkan aksi massa saat MK membacakan putusan sengketa pilpres pada 27 Juni 2019.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro Selasa, 25 Jun 2019 16:05 WIB
Wiranto ancam cari dan tangkap tokohnya aksi massa di MK

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan akan mencari tokoh yang menggerakkan massa untuk berunjuk rasa di Mahkamah Konstitusi (MK) saat majelis hakim memacakan keputusan sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. MK membacakan putusan pada Kamis, 27 Juni 2019. 

“Demonstrasi itu kan ada yang mengajak, ada yang mendorong dan menghasut. Nanti kan kita tahu siapa tokoh yang bertanggung jawab itu. Tinggal kami cari tokohnya, kami tangkap saja karena menimbulkan kerusuhan,” kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).

Menurut Wiranto, tidak ada alasan bagi pihak mana pun untuk menggerakkan aksi massa saat MK mengumumkan putusan sengketa pilpres pada 27 Juni 2019. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat. 

"Tidak ada alasan saat kita masuk suatu keputusan konstitusional kemudian ada gerakan massa lagi. Untuk apa?," ucap Wiranto.

Tak hanya itu, Wiranto menambahkan, para pasangan calon, baik nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin atau pun pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah berkomitmen menghormati dan menerima putusan MK.

Prabowo Subianto bahkan menyampaikan pernyataan kepada para pendukungnya untuk tidak mendatangi MK saat lembaga hukum itu mengumumkan putusan sengketa pilpres pada Kamis (27/6) nanti. Apalagi, polisi sebelumnya melarang aksi massa di sekitar gedung MK karena dapat mengganggu kepentingan nasional.

"Maka kalau ada gerakan massa, saya perlu tanyakan, ini gerakan untuk apa? Yang diperjuangkan apa?. Lalu kelompok mana?," tanya Wiranto.

Mantan Panglima ABRI (TNI) itu pun menegaskan kembali akan menindak tegas apabila ada pihak tertentu, termasuk organisasi kemasyarakatan atau ormas, yang nekad melakukan aksi massa. Lebih-lebih jika aksi tersebut ternyata menimbulkan kericuhan.

Sponsored

Karena itu, Wiranto mengingatkan kepada masyarakat agar tidak main-main dengan masalah keamanan nasional. Karena proses demokrasi saat ini sudah masuk dalam konsep dan koridor yang benar.

"Ada toleransi hukum. Jika toleransi hukum dilanggar, dilewati, ya kami tinggal menindak saja siapa tokohnya itu," kata Wiranto.

Sementara Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan, polisi melarang aksi unjuk rasa di sekitar Gedung MK selama rapat permusyawaratan hakim dan pada saat putusan sengketa Pilpres 2019. Larangan itu dimaksudkan agar aksi unjuk rasa yang berujung ricuh pada 21-22 Mei di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, tak lagi terjadi. 

"Saya tidak ingin itu terulang kembali, kebaikan yang kami lakukan, diskresi saya tidak ingin lagi disalahgunakan. Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa yang melanggar ketertiban publik," ujar Tito.

Tito mengatakan, pihaknya sudah mendengar ada imbauan dari pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno agar massa pendukungnya tidak perlu hadir di MK. 

Selain itu, Tito meminta kepada jajaran Polda Metro Jaya dan intelijen untuk tidak memberikan izin unjuk rasa di depan MK. Larangan itu mengacu pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

"Di dalam Pasal 6 itu, ada lima yang tidak boleh, di antaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik, dan tidak boleh menganggu hak asasi orang lain, serta harus menjaga kesatuan bangsa," ujar Tito.

Ia meminta anak buahnya tetap waspada terhadap aksi unjuk rasa yang mengganggu ketertiban publik. Polisi, jelas Tito, telah berkoordinasi dengan TNI untuk menyiapkan 45 ribu pasukan pengamanan di sekitar MK dan melakukan penutupan jalan untuk menghindari intervensi pihak luar.

"Kalau tetap melaksanakan unjuk rasa, sepanjang mengganggu kepentingan publik, kami akan bubarkan," ujar Tito. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid