sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bawaslu sebut ada 6 faktor pelanggaran netralitas ASN pada pemilu

Jumlah kasus pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2020 meningkat dibandingkan Pemilu 2019.

 Ghina Mita Yuniarsih
Ghina Mita Yuniarsih Selasa, 27 Sep 2022 17:04 WIB
Bawaslu sebut ada 6 faktor pelanggaran netralitas ASN pada pemilu

Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi salah satu agenda krusial dalam setiap agenda pemilihan umum (pemilu). Sekalipun sudah ada aturan secara tegas, tetapi jumlah kasus keberpihakan abdi negara selalu meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terdapat 914 temuan dugaan pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2019. Kemudian, ada 85 laporan, di mana 4 di antaranya diproses; 101 kasus dinyatakan bukan pelanggaran; dan yang direkomendasikan sebanyak 89 kasus.

Pada 2020, kasus pelanggaran netralitas ASN bertambah menjadi 1.536. Sebanyak 1.398 kasus di antaranya direkomendasikan atau diteruskan dan hanya 53 kasus yang penanganannya dihentikan.

"Berbagai aturan sudah jelas telah melarang keterlibatan ASN pada politik praktis dan bahkan selalu dan melulu berulang kali diadakan satu diskusi, kemudian juga proses diseminasi, maupun sosialisasi mengenai netralitas ASN, tetap saja menjadi pelanggaran ASN dan terus terjadi," kata anggota Bawaslu RI, Puadi, dalam sebuah webinar, Selasa (27/9).

Puadi menambahkan, ada berbagai bentuk pelanggaran netralitas ASN. Pada Pemilu 2019, misalnya, memberikan dukungan melalui media sosial/media massa, menghadiri acara silahturahmi/sosialisasi/bakti sosial suatu kandidat/partai politik (parpol), mendekati parpol, hingga mendeklarasikan diri sebagai kandidat. 

Pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2020 juga beragam. Contohnya, mendaftarkan diri ke parpol dengan tujuan menjadi kandidat, berpihak kepada salah satu kontestan melalui media sosial, mendukung kandidat tertentu, dan tindakan lain yang mendukung suatu calon.

Lebih jauh, Puadi berpendapat, setidaknya ada 6 faktor yang menyebabkan pelanggaran netralitas ASN terus terjadi dan terulang. Pertama, terkait mentalitas birokrasi yang loyal terhadap atasan atau aktor politik lokal.

Kedua, kepentingan politik partisan ASN dengan irisan kekerabatan atau kesukuan dengan calon. Kemudian, menjadi ajang tukar guling dukungan dengan promosi jabatan.

Sponsored

Berikutnya, adanya intimidasi hingga tekanan. Kelima, penegakan hukum belum memberikan efek jera. Terakhir, berkaitan dengan politisasi birokrasi yang dilakukan calon.

Menurut Puadi, terlibatnya ASN pada politik praktis merusak demokrasi. Sebab, berpotensi melahirkan ketidakadilan dalam pembuatan kebijakan pemerintahan dan pembangunan sehingga merugikan kepentingan masyarakat luas.

Berita Lainnya
×
tekid