sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Elite politik dituding ngotot kepala daerah dipilih DPRD

Wacana memilih kepala daerah (pilkada) secara langsung kembali dipilih oleh DPRD menguat lagi.

Achmad Al Fiqri Adi Suprayitno
Achmad Al Fiqri | Adi Suprayitno Minggu, 24 Nov 2019 23:02 WIB
Elite politik dituding ngotot kepala daerah dipilih DPRD

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin mengangap rencana evaluasi mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi tidak langsung atau melalui DPRD merupakan suatu kehendak elite. Bahkan, dia menilai ada suatu kepentingan oligarki di balik rencana tersebut.

"(Rencana pilkada tidak langsung) kehendak elite itu. Bahkan saya bilang, ini ada transformasi dari oligarki," kata Zulfikar, saat ditemui di kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Matraman, Jakarta Pusat, Minggu (24/11).

Menurutnya, mekanisme pilkada secara langsung itu harus tetap berjalan. Pasalnya, teknis pemilihan tersebut sudah menjadi jalan terbaik lantaran dapat mewujudkan kedaulatan rakyat.

"Karena dengan (pemilihan) langsung ini rakyat berdaulat penuh, dan dengan pilkada langsung membuat paslon itu tertuntut untuk bertanggung jawab kepada rakyat," ucap dia.

Senada dengan Zulfikar, Direktur Eksekutif Nations and Character Building Institute (NCBI) Juliaman Saragih juga menganggap, mekanisme pilkada secara langsung dapat mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, salah satu representasi kedaulatan rakyat itu ialah pilkada langsung

"Itu juga utama dari konstitusi untuk sebesar-besarnya dan kedaulatan dan kesejahteraan sosial ekonomi rakyat melalui pilkada langsung," ucap dia.

Namun demikian, dia menilai, para peimimpin yang terpilih dari mekanisme pilkada secara langsung harus bertanggungjawab kepada rakyat untuk dapat mensejahterakan ekonomi. "Karena itu menjadi target dari sistem (pilkada langsung) itu sendiri," tuturnya.

Bagi dia, jika masih terdapat wacana perubahan mekanisme pilkada menjadi tidak langsung itu merupakan suati pertaruhan kepentingan kekuasaan. Karena itu, dia menyatakan untuk menolak mekanisme pilkada tidak langsung.

Sponsored

"Posisi saya adalah mendukung pilkada langsung, dengan arti kedaulatan rakyat jangan dijadikan uji coba," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berencana akan melakukan evaluasi terhadap pilkada langsung. Menurutnya pilkada secara langsung menimbulkan biaya tinggi dan memicu potensi korupsi kepala daerah.

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Alinea.id/Adi Suprayitno

Surya Paloh

Secara terpisah, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh mengaku bahwa dalam diskursus banyak yang menghendaki pilkada ke depan tak lagi sistem pemilihan langsung, melainkan kembali lewat DPRD. 

Menurutnya, diskursus pemilihan tak langsung itu terungkap dalam Forum Grup Diskusi (FGD) yang pernah dibuat oleh partainya dengan melibatkan akademisi dari kampus. Kabupaten/kota dinilai menginginkan pemilihan tak langsung. 

"Kalau masyarakat arahnya ke sana (pilkada tak langsung), bukan berarti NasDem sok tahu, memaksakan diri, dan merasa yang paling benar. Tidak," tegasnya, usai melepas mobil siaga NasDem Peduli Rakyat, di Surabaya, Jawa Timur Sabtu (23/11).

Surya Paloh menyebut bahwa belakangan ini ada rumor pilkada tak langsung ditentang oleh lembaga survei. Maka pemilihan di Indonesia sebenarnya tidak ada yang absolut untuk dijalankan sepanjang masa. Pemilihan tak langsung harus dilaksanakan, jika diskursus tak menghendaki pilihan secara langsung.

"Kalau diskursus arahnya ke sana, kenapa tidak. Tidak ada blocking untuk mempertahankan model pemilihan seperti ini, absolut, sehidup semati," tuturnya.

Bagi Surya Paloh, hasil Pemilu 2019, bukan menjadi jaminan akan terjadi dengan baik pada pemilu berikutnya. Begitu juga halnya, kesalahan pada pemilihan yang lalu, belum tentu menjadi benar pada masa sekarang. 

Untuk itu, komponen masyarakat harus dilibatkan dalam diskursus tersebut. Hal ini demi mewujudkan perubahan sistem pemilihan dan tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

"Diskursus bisa dilakukan di warung kopi, atau mana agar terjadi diskusi soal ini. Tentunya melibatkan masyarakat," ujarnya.

Mantan politisi Partai Golkar itu belum bisa membeberkan sistem pemilihan yang tepat di Indonesia. Penentuan harus melihat referensi pilkada langsung dan tak langsung.

"Kalau hari ini ya sekarang. Tapi kalau mau melihat ke depan boleh melihat pertimbangan lagi. Kan sudah ada referensi beberapa Pilkada secara langsung. Kita juga bisa melihat Pilkada tak langsung sebelumnya," pungkasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid