sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jubah kiai Ma'ruf hanya lindungi Jokowi dari stereotip

Kehadiran Ma'ruf sebagai pendamping Jokowi minim dampaknya dari sisi elektoral.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 21 Mar 2019 17:49 WIB
Jubah kiai Ma'ruf hanya lindungi Jokowi dari stereotip

Suara umat Muslim bakal terus diperebutkan oleh para kandidat hingga penghujung kontestasi Pilpres 2019. Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wahyudi Akmaliah, elite-elite politik masih akan menggunakan politisasi agama demi meraih simpati pemilih Muslim.

"Ya, itu tak bisa dimungkiri entrepreneur politik itu memainkan simbol-simbol agama dan sebenarnya ini juga tak hanya dimainkan oleh partai Islam, partai sekuler juga memainkan ini," kata dia dalam sebuah diskusi di Kantor Populi Center, Jakarta, Kamis (21/3).

Wahyudi mengatakan, saat ini Jokowi cenderung dipersepsikan dekat dengan pemilih Muslim ketimbang Prabowo. Itu tak terlepas dari kehadiran mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin sebagai pendamping yang dinilai mewakili suara umat Islam.

"Sekarang posisinya terbalik. Dulu itu Prabowo yang terlihat agak mendekat ke suara Muslim itu terlihat saat itjima ulama. Nah, sekarang itu justru Jokowi yang terlihat dekat dengan umat Muslim karena dia memilih sosok Ma'ruf," ujar dia. 

Namun demikian, diakui Wahyudi, kehadiran Ma'ruf tidak berdampak banyak terhadap elektabilitas Jokowi. "Tapi, setidaknya memberhentikan stereotip-stereotip dan hoaks Jokowi sebagai anti-Islam. Pada level ini, tim Prabowo mengalami persoala mem-framing (Jokowi)," katanya.

Di sisi lain, Wahyudi menjelaskan, kehadiran Ma'ruf tidak serta merta menggerus dukungan umat Islam terhadap Prabowo-Sandi. Pasalnya, banyak pendukung Prabowo-Sandi yang memang sejak awal anti terhadap Jokowi karena afiliasinya dengan PDI-Perjuangan.

"Mereka melihat mengenai (isu) kriminalisai ulama, terus membubarkan HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) dan juga ada keterkaitan dengan PDI-P yang di masa lalu dipandang bagian dari partai abangan yang tidak mendukung Islam. Narasi ini menjadi filter dan menjadi semacam benteng tetap oleh mereka kalau kubu 01 kurang Islami," katanya.

Pada kesempatan yang sama, peneliti Populi Center Ade Ghozaly menyarankan, agar elite-elite politik tidak lagi menggunakan simbol-simbol agama  untuk kepentingan elektoral. Menurut dia, politisasi agama berpotensi membelah umat. 

Sponsored

"Jadi, menurut saya lambang-lambang agama tuh harusnya dihindari saja di ruang publik. Elite-elite yang di partai Islam itu harusnya menghindari simbol-simbol keagamaan," katanya.

Lebih jauh, ia menyarankan, agar para elite politik fokus menghadirkan gagasan agama dalam bernegara, seperti mengembangkan konsep ekonomi syariah dan perbankan syariah. 
 

Berita Lainnya
×
tekid