sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kerja keras relawan dan dasar keilmuan di balik quick count

Hasil quick count atau hitung cepat yang dirilis beberapa lembaga survei mendapatkan protes dari kubu Prabowo-Sandiaga.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 25 Apr 2019 13:49 WIB
Kerja keras relawan dan dasar keilmuan di balik quick count

Pada 17 April 2019, sebelum masyarakat pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk mencoblos, Asrofi Al-Kindi sudah bergegas di pagi buta. Ia berangkat ke TPS 20, Dusun Karangmulyo, Desa Tamanstriyani, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Ia harus berada di sana pukul 06.00 WIB.

Sebelumnya, pada 15 April 2019, ia sudah melakukan observasi lapangan di TPS tujuan dan mengenali medan yang akan ditempuhnya. Di TPS desa yang terletak di kaki Gunung Merbabu itu, Asrofi bertugas sebagai interviewer untuk lembaga survei Litbang Kompas.

Pekerja di balik quick count

Di TPS tersebut, Asrofi dibebani tugas untuk meliput, mengecek lokasi TPS, melakukan survei exit poll terhadap empat orang pemilih yang sudah mencoblos, menunggu hasil penghitungan suara, serta mendokumentasikan TPS, panitia, saksi, dan formulir C1 yang sudah ditandatangani Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

“Semuanya nanti dilaporkan pada Litbang Kompas di pusat (Jakarta), lewat konfirmator,” katanya kepada reporter Alinea.id, Rabu (24/4).

Asrofi sudah mempersiapkan segala keperluannya sehari sebelum pemungutan suara serentak. Mulai dari mengecek kelayakan sepeda motor yang akan ia gunakan, serta menyiapkan logistik dan perangkat komunikasi yang memadai agar terus bisa berkoordinasi dengan koordinator wilayah.

“Kebetulan TPS tempat saya bertugas medannya berat, berada di tengah hutan pinus dan sinyal yang ada di sana hanya sinyal Telkomsel,” kata Asrofi.

Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Malang tersebut mengatakan, untuk sampai ke lokasi TPS, ia menghabiskan waktu berkendara selama 2,5 jam, dengan jarak tempuh 42 kilometer dari Kota Malang. Rintangan pun ia lalui.

Sponsored

Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa (kedua kiri) didampingi moderator Ikrama Masloman (kiri) menyampaikan paparan dalam konferensi pers hasil temuan dan analisis survei nasional bertajuk Siapa Presiden RI 2019-2024 di Jakarta, Jumat (12/4). /Antara Foto.

“Beberapa kali sepeda motor saya masuk kubangan. Karena jalannya berbatu, ketika hujan semua air tumpah ke jalanan dan mengikis tanah, yang tersisa cuma batu-batu,” ujar Asrofi.

Jalan beraspal hanya terdapat di ujung desa. Pria yang juga bekerja sebagai kartografer dan desainer grafis lepas ini mengaku, Dusun Karangmulyo merupakan wilayah paling sulit dijangkau, selama dua kali ia bertugas sebagai relawan lembaga survei.

Akan tetapi, Asrofi mengatakan, beban kerja itu sesuai dengan honorarium yang ia terima. Ia mendapatkan honor Rp700.000 untuk dua hari kerja, yakni tanggal 15 April 2019 dan 17 April 2019. Honor itu di luar uang kompensasi sebesar Rp150.000, sebagai uang lelah menempuh medan yang berat.

Selain Asrofi, Rara Iswahyudi juga menjadi relawan Litbang Kompas. Berbeda dengan Asrofi, Rara bertugas sebagai konfirmator. Tugasnya memastikan semua interviewer yang berada di TPS siap.

Selain itu, Rara juga harus memastikan data yang masuk ke dalam basis data dan foto C1 yang diberikan interviewer benar. Ia bertanggung jawab “memegang” 15 hingga 17 TPS yang ada di wilayah Indonesia bagian tengah, meliputi Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan.

“Saya harus menelepon mereka yang ada di lapangan, memastikan semuanya siap,” katanya saat dihubungi, Rabu (24/4).

Sama seperti Asrofi, Rara pun menerima imbalan Rp700.000. Namun, ia tak turun ke lapangan, hanya bekerja di kantor. Pada 15 April 2019, Rara hanya melakukan persiapan. Kemudian, pada 17 April 2019, ia harus bekerja mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.

“Ya lumayan berat sih kerjanya, karena kan harus neleponin yang di lapangan satu-satu. Belum lagi masih ada petugas lapangan yang enggak ngerti caranya nginput data gimana, jadi harus dijelaskan lagi,” ucapnya.

Pemilu 2019 merupakan pengalaman pertama Rara menjadi petugas quick count atau hitung cepat di sebuah lembaga survei. Ia pun mengaku kewalahan dengan pekerjaan ini.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid