sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MK timbang kebut putusan uji materi UU Pemilu 

Majelis hakim segera menggelar rapat permusyawaratan hakim ihwal uji materi UU Pemilu.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 20 Mar 2019 17:46 WIB
MK timbang kebut putusan uji materi UU Pemilu 

Mahkamah Konstitusi menerima berkas perbaikan permohonan uji materi (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) dalam sidang panel di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/3). Berkas diterima tiga hakim MK, yakni I Dewa Gede Palguna, Arief Hidayat, dan Saldi Isra. 

Namun demikian, setelah diperiksa, para hakim masih menemukan sejumlah kekurangan dalam permohonan tersebut. "Masih ada hal yg perlu ditambahkan. Misalnya, bukti bahwa pemohon yang ada organisasinya, belum ada buktinya bahwa yang bersangkutan merupakan direktur," Saldi. 

Saldi mengatakan, MK sudah menerima anggaran dasar dan anggaran rumah (AD/ART) organisasi pemohon. Namun, nama dan jabatan para pemohon tidak dicantumkan secara jelas. 

"Harus ada bukti, SK Dekan misalnya bahwa dia direktur. Kami kan tidak bisa menerima klaim orang ini direktur tanpa ada bukti formal, di luar AD/ART bahwa direktur itu bisa mewakili orang yang bersangkutan baik di dalam maupun di luar pengadilan," ujar Saldi. 

Uji materi dimohonkan oleh sejumlah individu yang berasal dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), semisal Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Hadar Nafis Gumay dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) dan Feri Amsari dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas. 

Dalam permohonannya, para pemohon meminta MK menguji Pasal 348 Ayat (9), Pasal 348 Ayat (4), Pasal 210 Ayat (1), Pasal 350 Ayat (2), dan Pasal 383 Ayat (2) UU Pemilu. Pasal-pasal tersebut dinilai menghambat atau menghilangkan hak pemilih yang seharusnya justru dilindungi dan difasilitasi. 

Dalam sidang, kuasa hukum para pemohon, Muhammad Raziv Barokah meminta agar MK mengebut putusan uji materi mengingat masa kampanye Pemilu 2019 hanya tingggal sebulan. 

Terkait permintaan itu, Saldi mengatakan, MK akan membahas berkas-berkas permohonan di Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). "Itulah yang akan memutuskan apakah perkara ini akan dibawa ke sidang pleno atau cukup di sini (diputuskan oleh hakim MK) tanpa perlu menghadirkan pihak-pihak lain tanpa mendengarkan keterangan," tuturnya. 

Sponsored

Ditemui usai sidang, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini berharap putusan MK bisa mengakomodasi kepentingan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, terutama terkait kebutuhan suara tambahan. Pasalnya, KPU terancam tidak bisa menghadirkan surat suara tambahan lantaran membludaknya angka pemilih yang pindah lokasi pencoblosan. 

"Jadi, putusan ini adalah pondasi konstitusionalnya yang harus diikuti juga dengan progresivitas melalui tindak lanjut penyelenggara pemilu di lapangan," tutur Titi. 

Pengajuan permohonan revisi UU Pemilu, kata Titi, ditujukan untuk meletakkan pondasi layanan konstitusional kepada pemilih. Pemilih di daftar pemilih tambahan (DPTb) misalnya, dapat dijamin hak konsitusional di tempat pemungutan suara (TPS) khusus. "Artinya, suara DPTb di TPS khusus juga sah secara konstitusional," imbuhnya. 

Lebih jauh, Titi meminta masyarakat tidak khawatir bila UU pemilu yang direvisi akan menimbulkan kegaduhan. Menurut Titi, revisi UU Pemilu justru bakal menjawab persoalan-persoalan terkait pemilu yang dihadapi publik saat ini. 
 

Berita Lainnya
×
tekid