sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Nama OSO tak masuk DCT, Pakar: Langkah KPU sudah benar

KPU merupakan korban dari kebijakan beberapa lembaga yang berbeda-beda.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Rabu, 30 Jan 2019 16:18 WIB
Nama OSO tak masuk DCT, Pakar: Langkah KPU sudah benar

Nama Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta Odang atau biasa disapa OSO hingga kini belum masuk dalam daftar calon tetap Pemilu 2019 sebagai calon legislatif DPD RI. Keputusan KPU tak memasukkan nama OSO dinilai sudah benar.

Demikian dikatakan Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Menurutnya, keputusan KPU tersebut telah berdasarkan konstitusi lantaran mengacu pada putusan MK yang menyatakan anggota DPD tidak boleh berasal dari pengurus partai politik. 

“Ketika KPU berpegang terus pada konstitusi, ternyata malah dilaporkan pidana. Pidana kan tempatnya kriminal,” kata Bivitri dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (30/1).

Dengan mempertahankan sikapnya itu, Bivitri menilai, KPU sedang melaksanakan satu konstruksi konstitusional. Sementara aksi OSO yang terus mendesak KPU disebut Bivitri dapat mengganggu persiapan Pemilu 2019.

Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan KPU merupakan korban dari kebijakan beberapa lembaga yang berbeda-beda. Ada beberapa penafsiran berbeda yang di antaranya dari Mahkamah Konstitusi,  Mahkamah Agung, PTUN termasuk Bawaslu.

“Jelas KPU korban dari kebijakan yang berbeda beda. KPU seperti mengalami dilema dari putusan hukum yang satu dengan lainnya yang saling bertabrakan. Uniknya, KPU justru yang harus menanggung akibatnya,” kata Ray.

Dilema tersebut yakni seandainya OSO melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu, artinya KPU mengabaikan putusan Mahkamah Konsitusi. Sebaliknya, jika KPU bersikukuh mengamalkan putusan MK. Maka KPU dianggap tidak melaksanakan putusan PTUN, yang meminta agar KPU memasukkan nama OSO dalam daftar calon tetap DPD RI.

“KPU harus menanggung akibat perbedaan keputusan itu. Saya pribadi (berpendapat) tidak patut KPU menanggungnya. Apalagi akibat dari hukum yang bertabrakan,” ujar Ray.

Sementara mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, merasa khawatir dengan pemidanaan terhadap komisioner KPU. Seharusnya penegak hukum melindungi penyelenggara yang melaksanakan putusan konstitusi. “Pemidanaan terhadap komisioner KPU malah justru mengganggu Pemilu 2019,” kata Hadar.

Sponsored
Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid