sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemilu 2024, Mendagri ingatkan ASN netral: Biarlah siapa pun yang bertanding

Kewajiban ASN netral dalam pemilu atau tidak terlibat politik praktis diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 22 Sep 2022 16:56 WIB
Pemilu 2024, Mendagri ingatkan ASN netral: Biarlah siapa pun yang bertanding

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menegaskan, aparatur sipil negara (ASN)–sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014–dilarang terlibat politik praktis meskipun memiliki hak suara dalam pemilihan umum (pemilu). Pangkalnya, abdi negara merupakan tenaga profesional dan menjadi "motor" pemerintahan.

"ASN .. tidak boleh berpolitik praktis karena ASN adalah tenaga profesional. Dia menjadi motor pemerintahan. ASN, kita harapkan bekerja sama secara profesional," ucapnya usai penandatanganan surat keputusan bersama (SKB) Netralitas ASN pada Pemilu 2024 di kantor Kemenpan RB, Jakarta, Kamis (22/9).

Demi meneguhkan komitmen tersebut, sambung Tito, Kemendagri bersama Kemenpan RB, Komisi ASN (KASN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menandatangani SKB Netralitas ASN.

"Bapak Menpan RB, kami Mendagri mewakili sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah, Kepala BKN, Komisi ASN, dan juga pengawas wasit nanti, yaitu Bawaslu, ... semua sepakat [dengan netralitas ASN]," katanya.

"Biarlah siapa pun yang bertanding, baik tingkat pusat, atau daerah, atau legislatif. Proses itu untuk menentukan kader-kader pemimpin yang terbaik. Tapi, kita sebagai ASN, yang mengawaki jalannya roda pemerintahan, harus tetap pada posisi netral," tuturnya.

Di sisi lain, Tito menerangkan, Pemilu 2024 digelar bersamaan, dari kepala daerah hingga presiden dan legislatif, merupakan sejarah. Ini dilakukan dengan dalih terciptanya keserentakan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

Bekas Kapolri ini melanjutkan, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam sistem politik dan pemerintahan sejak 1998. Hal tersebut ditandai dengan diadopsinya sistem demokrasi yang lebih luas dibandingkan rezim sebelumnya.

"Satu konsekuensi daripada demokratisasi ini ... salah satunya adalah sistem pemilihan juga dilakukan berbeda dengan sebelumnya. Yang sebelumnya sistem tertutup, memilih partai; menjadi pemilihan langsung untuk memimpin negara, presiden dan wakil presiden," pungkas Tito. 

Sponsored
Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid