sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Petugas KPPS wafat dianugerahi pahlawan dianggap berlebihan

Para petugas KPPS juga mendapat asuransi dari BPJS selama bertugas.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 24 Apr 2019 15:34 WIB
Petugas KPPS wafat dianugerahi pahlawan dianggap berlebihan

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menanggapi soal gelar pahlawan demokrasi yang akan diberikan kepada petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS). Menurutnya, gelar pahlawan demokrasi kepada mereka yang wafat usai bertugas saat Pemilu 2019 tengah dipertimbangkan. Namun demikian, sebutan pahlawan demokrasi bagi petugas KPPS yang gugur terlalu berlebihan.

“Saya pikir tidak sejauh itu. KPU yang punya otoritas. Biar KPU saja yang menyelesaikannya,” kata Moeldoko di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Gambir, Jakarta, Rabu(24/4).

Menurut Moeldoko, petugas KPPS yang meninggal dunia, keluarganya akan diberikan santunan oleh Negara. Namun demikian, dia belom dapat memastikan besaran santunan tersebut lantaran menjadi kewenangan KPU. Berdasarkan informasi dari KPU, santunan yang diberikan senilai Rp36 juta. 

“Mereka yang gugur menjadi tanggungan pemerintah. Saat ini sudah ada pembicaraan terkait anggaran untuk santunan tersebut. KPU sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membicarakan besaran santunan. KPU yang punya alokasi,” ucap Moeldoko.

Selain santunan, kata Moeldoko, para petugas KPPS juga mendapat asuransi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) selama bertugas.

Seperti diketahui, data terbaru KPU mencatat petugas KPPS yang meninggal dunia hingga Selasa (23/4) mencapai 119 orang. 

"Berdasarkan data yang kami himpun hingga pukul 16.30 WIB, petugas kami yang meninggal dunia ada 119 orang," kata Komisioner KPU, Viryan Azis.

Untuk mengantisipasi agar insiden tersebut tak terulang, Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengusulkan agar pemilihan umum pada masa mendatang menggunakan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting.

Sponsored

"Memang e-voting masih menjadi perdebatan. LIPI sendiri masih melakukan kajian karena e-voting tidak berarti juga bisa bebas dari kecurangan," kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor. 

Firman mengatakan, pemungutan suara secara elektronik merupakan cara yang paling efektif dibandingkan dengan pemungutan suara secara manual yang pada Pemilu 2019 menyebabkan sejumlah anggota KPPS meninggal dunia karena kelelahan.

Terkait dengan penolakan sejumlah pihak terhadap pemungutan suara secara elektronik, Firman menilai hal itu dikembalikan kepada perpaduan teknologi dan niat baik politikus di DPR yang membuat aturan tentang pemilu.

"Jangan politisi mempertahankan pemungutan suara manual mengatasnamakan aturan main tetapi ada niat tersembunyi," tutur dia.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid