sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Soal infrastruktur, dua konsep berbeda Prabowo Jokowi

Pembangunan infrastruktur harus didorong manfaatnya secara optimal untuk masyarakat

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Minggu, 17 Feb 2019 19:14 WIB
Soal infrastruktur, dua konsep berbeda Prabowo Jokowi

Debat kedua calon presiden (capres) malam ini dibuka dengan mengungkapkan gagasan soal infrastruktur. Kedua capres yakni Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto saling berbagi soal gagasan terkait infrastruktur.  

Capres nomor urut 01, Jokowi menyebut konektivitas pembangunan infrastruktur masih akan terus dilakukan. Jokowi menyinggung soal jalan tol, bandara yang harus terkoneksi dan pada akhirnya untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan kegiatan masyarakat.    

Hanya saja rencana-rencana pembangunan infrastruktur Jokowi justru dikritik oleh Prabowo yang dinilai kalau sejumlah pembangunan transportasi publik seperti: LRT (Lintas Rel Terpadu) dan pembangunan Bandara Kertajati tidak efisien. Sebab, berdasarkan pengamatan saat ini aktivitas di LRT dan Bandara Kertajati sepi. 

Meski Jokowi menjelaskan kalau semua yang dibangun butuh waktu untuk mengubah budaya masyarakat beralih menggunakan transportasi umum dari kendaraan pribadi, merujuk pada sepinya penggunaan LRT. Sedangkan pada Bandara Kertajati dijelaskan Jokowi adalah konektivitas jalan tol yang terhubung dengan Bandara.  

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai pembangunan infrastruktur memang memiliki kelemahan dalam hal efisiensi, terutama dalam pembiayaannya yang mencapai sebesar Rp500 miliar/KM. 

Seperti diketahui, pembangunan LRT yang menurut rencana, lintasan LRT ini akan memiliki panjang 43,3 kilometer yang akan membelah Cawang-Cibubur (14,3 kilometer), Cawang-Bekasi Timur (18,5 kilometer) dan Cawang-Dukuh Atas (10,5 kilometer). Sementara untuk pembangunannya diperkirakan akan memakan dana sampai dengan Rp 29,9 triliun. 

"Pembangunan itu harus didorong manfaatnya secara optimal untuk masyarakat. Itu poin plus, tapi disisi yang lain, Prabowo tidak menjurus secara detail model infrastruktur apa yang penting bagi rakyat," kata Bhima, saat dihubungi Alinea.id, Minggu (17/2). 

 

Sponsored

Dalam debat kedua capres yang berlangsung di Hotel Sultan ini, Jokowi mengklaim telah menyambungkan dengan baik infrastruktur antar pulau, provinsi, dan kabupaten dan kota. Kemudian, kata Jokowi, bukan hanya urusan jalan tol, pelabuhan, bandara udara, dan listrik, tapi juga yang berkaitan dengan digitalisasi, misalnya pembangunan Palapa Ring yang sudah hampir selesai 100% di Indonesia bagian Timur, Barat, dan Tengah. 

"Kita bangun Palapa Ring. Ini adalah tersambungnya backbone dengan broadband kecepatan tinggi," ungkap Jokowi. 

Sementara itu, Prabowo justru memandang, bahwa pembangunan infrastruktur yang selama ini ada di era Jokowi, tidak dilakukan secara efisien dan banyak yang dilaksanakan dengan 'grasa-grusu'. 

"Tanpa visibility study, jadi pembangunan infrastruktur tidak efisien, rugi, dan sulit dibayar. Jangan sampai infrastruktur hanya jadi monumen. Contoh LRT di Palembang, dan Bandara Kertajati," timpal Prabowo. 

Oleh karena itu, menurut Bhima ada dua konsep yang berbeda antara Jokowi dan Prabowo, dimana Prabowo mendorong infrastrktur agar dampaknya harus dirasakan dalam jangka pendek. Dua paradigma ini perlu disatukan, tidak hanya dalam jangka panjang, tapi infrastruktur harus inklusif. 

Soal budaya yang disebut Jokowi masih butuh waktu, Bhima bilang seharusnya budaya bisa berubah dengan cepat asalkan infrastrukturnya juga tersedia. 

"Ini seperti telur dan ayam, budaya itu bisa diubah cepat, asalkan infrastrukturnya available," imbuh Bhima. 

Berita Lainnya
×
tekid