sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Survei jangan jadi alat pemecah belah

Hasil survei merekam elektabilitas Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf kerap tak seragam.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 20 Mar 2019 22:10 WIB
Survei jangan jadi alat pemecah belah

Meskipun berbasis metode ilmiah, tak semua hasil survei kredibel dan benar-benar merekam dinamika politik di lapangan. Menurut pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin, ada hasil survei yang memang sengaja dirilis untuk memengaruhi psikologi masyarakat. 

"Tentu ketika berbicara lembaga survei itu pasti 80% kredibel. Jadi ada lembaga yang bisa dipertanggungjawabkan, dan ada juga yang tidak. Dan memang ada di ilmu statistik itu juga cara berbohong dengan menggunakan statistik," kata Ujang dalam diskusi "Mengukur Lembaga Survei" di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (20/3).

Karena itu, Ujang menyarankan agar masyarakat berhati-hati dalam membaca hasil survei. "Jangan mudah percaya dengan hasil yang dipaparkan lembaga survei jika hasilnya agak mencolok," ujar Direktur Indonesia Political Review (IPR) itu. 

Jelang pencoblosan lembaga survei ramai-ramai mengeluarkan hasil survei elektabilitas pasangan calon Jokowi-Ma'rut dan Prabowo-Sandi. Rata-rata hasil survei menunjukkan pasangan petahana masih unggul jika dibandingkan pasangan penantang. 

Survei LSI Denny JA, Populi Center, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Cyrus Network misalnya, menempatkan elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul hingga lebih dari 20%. Di lain sisi, hasil survei SPIN dan Indomatrik memangkas jarak elektabilitas hingga di bawah satu dijit, yakni selisih sebesar 8% di survei SPIN dan sebesar 3,9% di hasi sigi Indomatrik. 

Survei terbaru yang dirilis Litbang Kompas berada di tengah dengan merekam selisih elektabilitas antara kedua paslon sebesar 11,8%. Dari 2.000 responden yang diwawancara Litbang Kompas pada periode 22 Februari-5 Maret itu, Jokowi-Ma'ruf meraup 49,2% suara sedangkan Prabowo-Sandi mengantongi elektabilitas sebesar 37,4%. 

Peneliti LSI Denny JA Ikrama Masaloman menjelaskan, survei sejatinya digelar bukan untuk menjatuhkan salah satu paslon. Tujuan survei ialah untuk memotret dinamika politik yang terjadi di masyarakat. 

"Jadi bukan untuk memastikan hasil akhir atau memastikan siapa pemenang sebenarnya. Kami hanya memotret dinamika saat tertentu saja," ujar dia. 

Sponsored

Pernyataan itu diamini juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Garda Maharsi. Menurut Garda, tak bisa dimungkiri terkadang hasil survei menunjukkan peta politik di lapangan. "Kami sangat menghargai hasil survei dari lembaga survei karena itu produk ilmiah yang bisa diperdebatkan kebenarannya," katanya. 

Jangan jadi alat delegitimasi 

Lebih jauh, Garda mengingatkan agar hasil survei tidak dijadikan alat untuk mendelegitimasi hasil pemilu dan merusak demokrasi. "Ini harus kita jaga bareng-bareng. Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi itu partner saja dalam elektoral. Tapi, di luar itu kita menjaga demokrasi dari waktu ke waktu. Jangan sampai hasil survei diolah sedemikian rupa justru malah untuk mendelegitimasi hasil pemilu," ujarnya. 

Pada kesempatan yang sama, juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Imelda Sari mengatakan, pihaknya bukan tak percaya dengan hasil survei eksternal.  Namun, ia mencurigai hasil survei kerap tak kredibel karena lembaga survei 'nyambi' sebagai konsultan politik salah satu paslon. 

"Sehingga kami berpegang pada survei internal dalam mengambil keputusan karena lembaga survei itu ada yang berperan sebagai konsultan politik. Tentu kami harus melihat hidden agenda lembaga survei tersebut," ujar dia. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid