sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Survei Jokowi anjlok gara-gara tim sukses sibuk kampanye caleg

Survei Jokowi menurun karena tim pemenangan di kubu Jokowi-Ma’ruf tak berjalan.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 20 Mar 2019 21:00 WIB
Survei Jokowi anjlok gara-gara tim sukses sibuk kampanye caleg

Menurunnya angka survei terhadap calon presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf Amin, disebut karena tim sukses sibuk melakukan kampanye pencalegan. Akibatnya, mereka abai terhadap kampanye calon presiden dan wakil presiden yang mereka usung. 

Berdasarkan survei Litbang Kompas selisih elektabilitas antara paslon Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi kini hanya terpaut 11,8%. Pada Oktober 2018 paslon nomor urut 01 memperoleh 53,6%, namun pada Maret 2019 menjadi 49,2%. Sementara paslon nomor urut 02, mengalami kenaikan. Jika sebelumnya 32,7%, kini menjadi 37,4%. Adapun yang belum menentukan pilihan turun dari 14,7% menjadi 13,4%.

Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing, menilai hal ini terjadi karena tim pemenangan di kubu Jokowi-Ma’ruf tak berjalan. Sebaliknya, pada kubu lawan berjalan baik. Tak berjalannya tim sukses paslon nomor urut 01 disebut Emrus karena banyak anggota tim sukses merangkap sebagai calon legislatif. 

“Mereka pun akhirnya asik mengkampanyekan dirinya sendiri tanpa mengkampanyekan capres dan cawapresnya,” ujar Emrus.

Selain itu, sebab lainnya cukup banyak caleg yang secara sengaja mendukung paslon di luar pilihan partai politiknya, sehingga membuat mesin partai kurang maksimal. Karena itu, Emrus menyarankan agar kubu Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandi untuk berkonsolidasi secara besar-besaran untuk menertibkan mitra koalisinya yang membelot.

Sementara pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, menilai hasil survei Litbang Kompas ini seharusnya bisa menjadi bahan pelajaran bagi kedua kubu, terutama kubu Jokowi-Ma'ruf. Sebab pola ini mirip dengan Pilpres 2014.

Kala itu, Litbang Kompas merilis surveinya jelang 18 hari pencoblosan dengan selisih elektabilitas yang juga tipis, yakni 42,3% untuk Jokowi-Jusuf Kalla dan 35% untuk Prabowo-Hatta.

"Cuma waktu itu Pak Jokowi statusnya dari  Gubenur DKI Jakarta yang mencalonkan diri menjadi presiden, belum menjadi petahana," kata Ujang.

Sponsored

Ujang pun menyarankan agar survei Litbang Kompas ini menjadi bahan koreksi petahana. Pasalnya, sebagai petahana seharusnya memiliki elektabilitas di atas 50%.

“Karena indikatornya  kapuasan terhadap kinerja. Maka petahana harusnya di atas 50%. Kalau di bawah itu seharusnya menjadi koreksi," ucapnya.

Lebih lanjut, Ujang melihat, milineal masih menjadi salah satu ceruk suara yang  belum disentuh oleh program masing-masing pasangan calon. Padahal, banyak dari mereka yang merupakan pemilih pemula, yang sangat rawan menjadi golput jika tidak dirangkul.

“Saat saya mengajar di kampus beberapa dari mahasiswa sering meminta pendapat dan pandangan saya tentang siapa yang pantas memimpin. Artinya kebanyakan dari mereka masih undecided voter, masih perlu diyakinkan,” kata Ujang.

Berita Lainnya
×
tekid