sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Target pertumbuhan ekonomi capres yang realistis

Bangsa ini bisa lolos dari gejolak ekonomi apabila fundamental ekonomi makro sehat.

Ayu mumpuni Kudus Purnomo Wahidin
Ayu mumpuni | Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 16 Apr 2019 17:22 WIB
Target pertumbuhan ekonomi capres yang realistis

Tahun 2019, masyarakat dunia lebih pesimis dibandingkan tahun 2018 akan pertumbuhan ekonomi. Bank Dunia telah memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi global tahun ini berkisar 2,9% sampai 3%. 

Faktornya bermacam, mulai perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Persoalan British Exit (Brexit), bangkrutnya Yunani dan krisis politik di Italia memengaruhi pertumbuhan ekonomi global tahun ini. 

Persoalan lain juga di negara berkembang, pasar tidak dapat diprediksi. Risiko negatif akan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia terpengaruh perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. 

Kemudian, harga komoditas yang melemah hingga risiko arus keluar modal. Indonesia yang ekonominya bergantung pada komoditas perkebunan dan pertanian tahun ini, menargetkan pertumbuhan ekonomi tidak sampai 6%. 

Asumsi Bank Indonesia (BI), pertumbuhan ekonomi rentan di angka 5,2%-5,5%. Badan Pusat Statistik (BPS) pun menyebut target pertumbuhan tidak sampai 7%. 

Bahkan BPS menyebut berat apabila bangsa ini menargetkan pertumbuhan ekonomi di 7%, walaupun belanja negara dan masyarakat diperkirakan bakal naik di tahun politik.

Sementara itu pada Pemilu 2019 ini, kedua paslon menargetkan pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur jaminan kesejahteraan pada masa pemerintahannya. 

Prabowo Subianto misalnya sesumbar menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa double digit, namun mentok di angka 8%. Tidak jelas bagaimana rencana target tersebut bisa tercapai. 

Sponsored

Sementara Joko Widodo (Jokowi) yang pernah menargetkan pertumbuhan ekonomi 7%, selama empat setengah tahun memimpin tidak pernah mencapainya. 

Dari tahun 2015 hingga 2018, ekonomi hanya tumbuh sebesar 4,88%, 5,03%, 5,07% dan 5,17% pada tahun 2018. 

Nah, tantangan pemimpin baru, gejolak keuangan pada negara pasar berkembang pun bisa menggoyang Indonesia. Sebab tantangan tahun ini pertumbuhan ekspor diperkirakan bakal melambat dan investasi asing langsung juga terbatas. 

Obat kuat agar bangsa ini lolos dari gejolak ekonomi global adalah fundamental ekonomi makro yang sehat. Hal tersebut bisa tercapai apabila kebijakan moneter, fiskal dan nilai tukar yang baik. 

Presiden yang dilantik pada Oktober mendatang juga harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Lewat banyaknya lapangan pekerjaan tercipta, otomatis meningkatkan neraca transaksi berjalan dan pembiayaan. 

Lalu apa kata kedua tim sukses Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga soal masing-masing rencana program lawan mereka? 

Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional BPN Prabowo-Sandi, Drajad Wibowo menilai pertumbuhan ekonomi 7% sebenarnya sebuah keniscayaan. Target pertumbuhan ekonomi tersebut merujuk target Jokowi saat maju pada tahun 2014 sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla. 

Apabila saat ini target tersebut tidak dapat tercapai dengan alasan kondisi ekonomi global. Drajat bilang faktor global sebenarnya tidak terlalu memengaruhi perekonomian dalam negeri. 

"Tidak tercapainya angka 7% bukanlah semata-mata karena faktor global. Melainkan ada kesalahan faktor kebijakan makro yang diambil pemerintah. Memang ada pengaruh faktor global, tapi itu tidak serta merta membuat pertumbuhan ekonomi kita stagnan," kata Drajat kepada Alinea.id pada Selasa(16/4).

Drajad menyebut faktor pertumbuhan ekonomi mandek Pemerintah tidak melakukan kompensasi saat mencabut subsidi BBM. Walhasil, daya beli dan konsumsi rumah tangga kelas menengah bawah turun. 

Kata Drajat seharusnya saat Jokowi memutuskan tidak memberikan subsidi BBM itu dikasih konpensasi, dalam bentuk apapun bisa diberikan program lain. Inilah yang tidak dilakukan, akibatnya pertumbuhan daya beli masyarakat menengah bawah turun. 

Akibatnya, uang yang harusnya mengalir ke kelas menengah bawah justru mandek. Sementara di sisi kelas menengah terjadi penundaan belanja yang cukup besar, Drajad memprediksi uang lari ke luar negeri. 

Soal tax amnesty Politikus PAN ini, menilai para pengusaha dalam negeri justru kemungkinan sedang menunda investasi mereka khususnya di sektor properti. Hal ini karena kekhawatiran diperiksa terkait laporan pajak. 

Soal tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi 7%, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Irma Suryani Chaniago menilai kondisi di Indonesia juga terjadi di negara lain. Ia mencontohkan soal target pertumbuhan ekonomi bahkan tidak tercapai di negara maju seperti Jepang. 

Bahkan negara tetangga seperti Malaysia pertumbuhan ekonominya disebut tidak lebih tinggi daripada Indonesia. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Malaysia sebesar 4,7%. 

Di sisi lain, soal target pertumbuhan ekonomi Prabowo lebih tinggi dari Jokowi, Irma menyebut tidak ada program dari paslon 02 yang dinilai bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Apabila rujukannya adalah Program Oke-Oce, maka Irma mengatakan hal tersebut tidak bisa jadi tolak ukur untuk menjadi program nasional, karena disebut mengalami kegagalan. 

 

Berita Lainnya
×
tekid