sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Terungkap, Pemilu 2019 terlalu rumit

Dalam rapat DPD bersama Kapolri, Panglima TNI, Kejagung, Menkumham, dan Mendagri, terungkap Pemilu 2019 terlalu rumit.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 08 Mei 2019 00:53 WIB
Terungkap, Pemilu 2019 terlalu rumit

Dalam rapat DPD bersama Kapolri, Panglima TNI, Kejagung, Menkumham, dan Mendagri, terungkap Pemilu 2019 terlalu rumit.

DPD menggelar rapat bersama dengan Polri, TNI, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri, guna mengevaluasi jalannya pemilu 2019.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ada beberapa catatan penting dari Pemilu serentak 2019 yang patut menjadi perhatian pemerintah dan DPR agar ke depannya tak serumit pemilu saat ini. 

Tjahjo memandang, Undang-undang pemilu saat ini mesti dikaji kembali terutama terkait kata "serentak" yang kini masih membingungkan. Sehingga, membuat beban kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), karena diartikan mesti selesai pada hari diselenggarakannya pemilu.

"Mengenai itu memang akan dikaji lanjut lagi nanti apakah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu tafsirnya sama bahwa pelaksanaan pemilu itu serentak. Serentak itu tidak disebutkan dalam putusan MK tanggal, hari, jam, bulan, tahun yang sama. Apakah keserentakannya itu dalam minggu yang sama atau boleh hari yang berbeda atau boleh bulan yang berbeda. Perlu ada pengkajian mengenai itu," katanya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa(7/5).

Tjahjo pun mendorong agar pilpres dan pileg perlu dievaluasi kembali, masih perlukah diselenggarakan secara bersamaan atau justru dipisah. "Karenanya perlu evaluasi nanti apakah pilpres dan pileg dipisah, ataukah pilpres bersamaan dengan pilkada, kemudian pilegnya sendiri. Itu nanti kami serahkan kepada pembahasan evaluasi secara menyeluruh," katanya. 

Tjahjo mengatakan, jika tetap ingin menggunakan format saat ini, jumlah per-TPS mesti diperhatikan. Sebab menurut Tjahjo jumlah tersebut terbilang cukup banyak. "Karena 300 pemilih per TPS itu cukup maksimum. Sekarang saja dengan jumlah itu bisa lebih dari 24 jam proses penghitungan berkas sampai rekapitulasinya. Padahal masa kerja fisik seseorang itu maksimal 8-10 jam . Apakah perlu dibagi 2-3 shift lagi atau bagaimana?" tanyanya.

Ia menyarankan, agar ke depannya pemilu menggunakan sistem e-voting, untuk meringankan beban petugas penyelenggara pemilu, dan mempercepat proses rekapitulasi suara.

Sponsored

"Perlu dicermati untuk 5 tahun ke depan apakah sudah saatnya menggunakan e-voting. Kemarin sudah masuk dalam pembahasan undang-undang seandainya diputuskan untuk e-voting," katanya. 

Provokasi curang

Saat yang sama, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, secara teknis tak ada permasalahan berarti dalam pelaksanaan Pemilu 2019, baik saat pengiriman distribusi logistik dan pengamanan pemilu.

"Secara umum, pelaksanaan pengamanan Pemilu serentak 2019 dapat dilaksanakan dengan lancar, aman, damai, dan sukses," katanya.

Meski demikian, Hadi melihat indikasi adanya pihak yang memprovokasi untuk tidak mempercayai hasil pemilu yang marak di media sosial. Hadi memandang ada aktor intelektual di balik provokasi tersebut, yang sengaja memanfaatkan momentum ini untuk mendeligitimasi hasil pemilu.

"Ada indikasi tidak menerima penghitungan suara ke KPU, dan provokasi citra opini melalui media sosial masih gencar, bahwa pemilu itu curang. Padahal di pihak penyelanggara pemilu kecurangan tidak terjadi. Kami lihat ada aktor yang memanfaatkan situasi ini," katanya. 

Hadi pun memandang, hal itu dapat berpotensi memancing aksi massa untuk menyerang kantor KPU dan Bawaslu yang ada di daerah. Namun Hadi mengatakan, pihaknya dan Polri telah mengantisipasi hal tersebut.

"Akibat dari keberatan tersebut, dapat terjadi aksi untuk melaksanakan unjuk rasa atau penyerangan ke kantor-kantor penyelanggara pemilu, KPU, Bawaslu, dan sebagainya. Kami prediksi dan sudah koordinasi dengan Polri," katanya. 

Asisten Khusus Jaksa Agung Asep Nana Mulyana manyebutkan, klaim kemenangan dari salah satu paslon sebelum proses pemilu selesai mesti diwaspadai, sebab hal itu dapat menimbulkan konflik di masyarakat.

"Pascapemilu pertama tentang klaim kemenangan salah satu paslon sebelum proses pemilu selesai. Ini perlu diwaspadai bersama yang kemudian bisa menimbulkan salah persepsi dan kami khawatirkan munculnya gejolak konflik di masyarakat," katanya.

Ia pun meminta, agar kesalahan input data Situng KPU pun mesti dihindari. "Sebab jika tidak akan terjadi distrust pada penyelenggara pemilu resmi. Ini kalau dibiarkan dikhawatirkan akan mendelegitimasi penyelenggaraan Pemilu 2019," katanya.

Selain itu, Asep pun meminta agar laporan pelanggaran pemilu harus segara ditindak oleh Bawaslu dan Kepolisian. "Berdasarkan laporan yang kami terima sampai 3 Mei 2019. Kami catat ada 600 temuan atau laporan. Sebanyak 441 perkara bukan tindak pidana pemilu dan 159 diteruskan ke Polri. Dari jumlah itu 123 perkara masuk tahap 2 dan 23 perkara di SP3, dan 13 perkara masih tahap penyidikan," tuturnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dia mengatakan, jika ada pelanggaran segara laporkan ke Bawaslu dan DKPP dengan membawa bukti-bukti yang kuat, agar kasus bisa segara diproses dan tidak kedaluarsa. 

"Jika ada kecurangan dari kontestan ataupun non kontestan, cepat laporkan ke Bawaslu agar nanti bisa diproses. Kalau pelanggarannya dari penyelenggara itu ke Bawaslu dan DKPP. Itu mekanismenya. Jadi itu bisa buat amunisi jika mengugat ke Mahkamah Konstitusi, jadi segera laporkan karena kalau telah kadaluarsa agak sulit dikoreksi," katanya.

Tito pun menyarankan, agar semua pihak menggunakan mekanisme hukum jika keberataan dengan hasil pemilu melalui Bawaslu, DKPP dan MK, daripada menghabiskan tenaga dengan mobilisasi massa atau people power.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang (OSO) menyatakan pemilu 2019 berjalan sukses dan berhasil. Meskipun masih ada kekurangan dalam penyelenggaraannya. OSO melihat, jalannya pemilu 2019 berjalan kondusif karena peran aktif Polri dan TNI dalam menjaga penyelenggaraan pemilu.

Ia pun meminta, kepada semua pihak untuk melepaskan lebel politik yang selama ini menjadi sekat di masyarakat. "Sebab pemilu telah selasai," katanya.

"Saya juga mengimbau masyarakat semuanya agar kembali ke tempat masing-masing dan melihat hasil pemilu tanggal 22 Mei nanti untuk menjadi pegangan. Sebab keputusan itu konstitusional," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid