sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tim Hukum Prabowo-Sandi dinilai salah strategi

Langkah kubu Prabowo-Sandi mendesak perlindungan saksi justru menimbulkan persepsi negatif.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Jumat, 21 Jun 2019 16:17 WIB
Tim Hukum Prabowo-Sandi dinilai salah strategi

Pengamat pemilu Jojo Rohi menilai Tim Hukum Prabowo-Sandi melakukan sejumlah blunder dalam persidangan sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Selain salah menempatkan saksi, menurut Jojo, langkah kubu Prabowo mendesak hakim MK melindungi para saksi juga menimbulkan persepsi negatif. 

"Dalam persidangan, ancaman keselamatan terhadap para saksi dapat disimpulkan sebagai asumsi subjektif belaka. Tidak ada bukti menyakinkan dari setiap saksi yang dapat dirujuk sebagai ancaman nyata dan langsung terhadap keselamatan dari para saksi tersebut," ujar Jojo kepada Alinea.id di Jakarta, Jumat (21/6). 
 
Isu perlindungan saksi diembuskan kubu Prabowo-Sandi jelang sidang perdana, Jumat (14/6) lalu. Ketika itu, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, bahkan mengaku telah berkonsultasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta perlindungan. Namun demikian, hakim MK menolak permohonan perlindungan saksi. 

Menurut Jojo, kegagalan itu memunculkan persepsi Tim Hukum Prabowo-Sandi berupaya menyerang petahana dengan isu ancaman terhadap saksi. Namun demikian, langkah tersebut tidak efektif mendongkrak citra kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. "Ini kegagalan pertama dari tim hukum BPN," jelas Jojo. 

Kegagalan kecil lainnya ialah pemilihan sampel saksi. Menurut Jojo, kubu Prabowo-Sandi blunder saat menunjuk Idham Amiruddin sebagai saksi. Di persidangan, Idham menyebut adanya 437.000 nomor induk kependudukan (NIK) di Kabupaten Bogor yang direkayasa di dalam daftar pemilih tetap (DPT) KPU. 

"Tentu saja pihak termohon atau KPU RI dapat menangkisnya dengan mudah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tim hukum BPN tak mempunyai strategi yang jitu, baik dalam pengambilan sampel kasus maupun dalam mengorganisasi para saksi," kata Jojo. 

BPN juga terkesan bingung menempatkan siapa yang harus menjadi saksi perkara atau saksi ahli. Pada sidang lanjutan di MK, Rabu (19/6) lalu misalnya, Tim Hukum Prabowo-Sandi menghadirkan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu sebagai saksi fakta. 

Menurut Jojo, Said Didu akan lebih efektif untuk ditempatkan sebagai saksi ahli ketimbang sebagai saksi fakta. Pasalnya, Said Didu punya pengalaman di birokrasi dan bisa bicara banyak mengenai dugaan penyalahgunaan kekuasaan petahana berkategori terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di BUMN.

"Sangat disayangkan, tim hukum BPN hanya mendudukkannya sebagai saksi perkara," imbuhnya. 

Sponsored

Jojo juga menilai Tim Hukum Prabowo-Sandi salah strategi karena terlalu banyak mempersoalkan sistem informasi penghitungan suara (Situng) KPU. Menurut Jojo, Situng online KPU hanya data sekunder dan tidak punya kekuatan untuk menganulir hasil Pilpres 2019. 

"Yang punya legal standing itu adalah on-paper dari dokumen C1. Key words-nya adalah, fokuslah pada yang offline dan bukan pada yang online. Singkatnya, yang bisa memaksa diselenggarakannya pilpres ulang hanyalah error pada dokumen C1, bukan pada Situng online," ujar Jojo.  

Berita Lainnya
×
tekid