sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Amendemen UUD, MPR belum ingin mengubah masa jabatan presiden

MPR baru melakukan kajian dan membuka ruang konsultasi publik selama dua tahun ke depan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 24 Nov 2019 14:04 WIB
Amendemen UUD, MPR belum ingin mengubah masa jabatan presiden

Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menegaskan wacana amendemen Undang-Undang Dasar 1945 terkait periode jabatan presiden tidak datang dari internal. Melainkan muncul dari luar MPR. Walau demikian, dalam konteks demokrasi pendapat amendemen masa jabatan presiden sah dan harus dihormati.

Namun, kata dia, yang perlu diketahui adalah bahwa wacana tersebut tidak akan segera terlaksana. Sebab, Arsul menerangkan baru melakukan kajian dan membuka ruang konsultasi publik selama dua tahun ke depan.

"Jadi kalau kita bicara dua tahun itu baru kemudian kita membangun diskusi, membangun tukar pendapat dan lain sebagainya. Tidak akan grusa-grusu kemudian kita melakukan amendemen UUD kita," kata Arsul dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (24/11).

Di sisi lain, dia menjelaskan, pada umumnya semua fraksi di MPR sampai saat ini belum ada yang berpikir untuk mengubah masa jabatan presiden. Sebab, pihaknya masih fokus dengan amanah yang diberikan oleh anggota MPR periode sebelumnya.

Beberapa di antaranya adalah melakukan kajian terkait dengan penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) penataan sistem presidensial, dan penataan kekuasaan kehakiman.

"Artinya kami tidak berpikir untuk merubah Pasal 7 (UUD 1945) yang terkait masa jabatan presiden, bahwa presiden itu menjabat untuk lima tahun dan setelah itu dapat dipilih untuk satu masa jabatan lagi yang lima tahun. Itu kami tidak berpikir untuk merubah pasal itu sampai saat ini," kata Arsul.

Sebelumnya, anggota DPR Fadli Zon mengatakan, usulan perpanjangan masa jabatan presiden dalam amendemen terbatas UUD 1945 merupakan wacana yang berbahaya bagi demokrasi Indonesia.

"Harus dihentikan karena itu akan memicu kontroversi dan kegaduhan," kata Fadli Zon di Jakarta, Sabtu (23/11).

Sponsored

Batas maksimum kepemimpinan dua periode dan setiap masa jabatan dijalani selama lima tahun, menurut dia, merupakan bagian dari konvensi bangsa Indonesia.

Berita Lainnya
×
tekid