sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bawaslu beber seabrek persoalan pilkada di tengah pandemi

Anggaran pembiayaan Pilkada 2020 perlu diperhatikan.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Jumat, 05 Jun 2020 19:00 WIB
Bawaslu beber seabrek persoalan pilkada di tengah pandemi

Meski turut menyepakati pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengajukan prasyarat yang harus dilihat oleh stakeholder, baik pemerintah maupun penyelenggara pemilu.

Menurut Ketua Bawaslu, Abhan, syarat tersebut mutlak ditinjau bersama-sama karena sangat urgen di tengah pandemi Covid-19.

"Paling utama adalah ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat," kata Abhan dalam sebuah diskusi daring "Menjaga Keadilan Pemilu di Tengah Pandemi", Jumat (5/6).

Abhan menuturkan, keselamatan warga negara menjadi kewajiban saat pelaksanaan pilkada, selain merupakan amanat demokrasi yang harus dijalankan negara. Bawaslu, dalam momen kesepakatan bersama DPR RI tempo hari menekankan pengetatan protokol kesehatan.

"Permasalahan kedua yang patut diperhatikan adalah kendala anggaran pembiayaan pemilihan," ujar dia.

Abhan mengakui, jika pilkada dilaksanakan tahun ini maka akan ada kesulitan di bagian anggaran. Apalagi dalam rapat terbatas Bawaslu bersama Kemendagri, Mendagri Tito Karnavian mengatakan bahwa sumber anggaran tidak bisa hanya dari APBN saja, setiap daerah harus membantu dengan APBD.

"Sedangkan kita tahu kemampuan daerah bervariasi," sambung dia.

Poin ini juga yang disuarakan Bawaslu agar sebelum Kemendagri, KPU, DKPP, Bawaslu, dan DPR RI menyepakati melanjutkan pelaksanaan pilkada di tahun ini.

Sponsored

Abhan berharap, anggaran pilkada harus menjadi perhatian penting dan tidak boleh dilewatkan.

Persoalan berikutnya yang harus diperhatikan bersama adalah potensi degradasi kualitas penyelenggaraan tahapan pilkada.

Dikatakan Abhan, di situasi pandemi yang tidak menentu, amat berpotensi melahirkan malpraktik dalam setiap penyelenggaraannya.

"Misalnya pada verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan, pemutakhiran data pemilih (coklit), kampanye, pemunguatan suara," paparnya.

Kendati sudah ada alternatif, misalnya berbasis daring untuk konteks kampanye dan sebagainya. Namun hal itu memperhatikan kesiapan setiap jaringan per daerah.

Berdasarkan catatan Bawaslu, kata Abhan, masih banyak daerah yang tidak memiliki jaringan kuat dalam pemenuhan internet. Oleh sebab itu ia khawatir akan menjadi masalah yang dapat mendegradasi kualitas pelaksanaan pilkada.

"Terakhir adalah partisipasi dan penyelenggaraan yang menurun. Bagaimana nantinya kualitas DPT, atau pun relawan pemantau. Masih banyak kah orang yang berminat menjadi pemantau dalam situasi seperti ini?" kata dia.

Padahal, kata dia, relawan seperti Panitia Pemungutan Suara (PPS) masih sangat dibutuhkan oleh penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu. Jumlah kebutuhannya pun tidak sedikit.

"Penyelenggara misalnya KPU masih butuh mereka untuk rekruitmen PPS. Jumlahnya banyak itu PPS, tujuh orang di masing-masing TPS. Belum lagi kami butuh 1 pemantau di setiap TPS," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid