sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Busyro: Politik dinasti justru dipelopori elite istana

Busyro sebut ‘calon karbitan’ yang muncul di pilkada dalam kendali rentenir politik.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 09 Sep 2020 12:40 WIB
Busyro: Politik dinasti justru dipelopori elite istana

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas menyebut, munculnya fenomena calon tunggal di 28 kabupaten/kota di 15 provinsi merupakan anomali overdosis demokrasi di Indonesia. Keberadaan calon tunggal dinilai menggambarkan permasalahan demokrasi yang erat kaitannya dengan oligarki partai politik dan oligarki bisnis.

Disisi lain, dalam Pilkada serentak 2020, terdapat pula fenomena menguatnya calon kepala daerah berbasis politik dinasti.

“Politik dinasti ini justru dipelopori pejabat elite di istana sana. Yang sedang menjabat, kalau tidak sedang menjabat itu tidak begitu rumit permasalahannya. Ini seseorang masih menjabat, tetapi ada keluarganya didiamkan saja maju dalam pilkada atau malah didorong. Apabila, nanti dipersulit karena ada hubungan struktural fungsional kepala daerah terpilih dari keluarganya itu, dengan orang tua kandungnya, yang sedang memimpin dalam struktur pemerintahan di tingkat pusat. Nah, inilah yang sebetulnya menjadi persoalan memprihatinkan,” ujar Busyro dalam diskusi virtual, Rabu (9/9).

Menurut Busyro, fenomena calon tunggal yang beriringan dengan beberapa calon kepala daerah berbasis politik dinasti ini bakal semakin menyumbat hak asasi politik.

Imbasnya, sambung dia, kader unggulan partai yang cerdas dengan rekam jejak kejujuran, tersingkirkan. Bahkan, juga menyuburkan korupsi hak rakyat untuk memperoleh pemenuhan kepemimpinan yang berkualitas.

Ia pun menjelaskan, Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota mengidap cacat filosofis, moral yuridis, dan moralitas demokrasi. Sehingga, berdampak buruk pada menguatnya pragmatisme politik, seperti mahar politik.

Selain itu, jelas dia, turut pula memunculkan ‘calon karbitan’ karena politik dinasti berbasis keluarga dan politik dalam kendali rentenir politik; semakin macetnya kaderisasi secara sehat dan profesional dalam tubuh partai politik; serta menutup rapat tampilnya calon perorangan/independen sebagai bentuk korupsi demokrasi.

“Calon 'karbitan' dapat dilihat dari data KPK, yang hampir semua kepala daerah di Indonesia itu sudah terjerat, menjadi tersangka, terdakwa, maupun terpidana perampokan uang negara atau korupsi, mengapa itu merata karena itu dampak dari kualitas pilkada yang secara merata juga mengalami masifikasi praktik money politic,” tutur Busyro.

Sponsored

Seperti yang telah diketahui, Pilkada 2020 disebut-sebut bakal menjadi ajang keluarga para elit politik di lingkaran istana untuk mencari kekuasaan. Misalnya, putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabumi Raka maju sebagai cawalkot Solo. Sedangkan, menantunya Bobby Nasution maju di Pilwakot Medan. Putri keempat Wapres Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah, juga akan maju sebagai cawalkot Tangerang Selatan. 

Pun keluarga para menteri juga ikut maju di Pilkada 2020. Misalnya, keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, yang maju sebagai cawalkot Tangerang Selatan; Adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Irman Yasin Limpo, maju sebagai cawalkot Makassar; Anak kandung Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Hanindito Himawan Pramono, maju sebagai calon bupati Kediri; Adik kandung Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Titik Mas’udah, maju calon wakil bupati Mojokerto.

Berita Lainnya
×
tekid