Dahnil Anzar: TGPF tetap jadi solusi
Kendati banyak temuan TGPF di masa lalu menguap, namun sejauh ini itu dinilai sebagai solusi terbaik untuk membongkar kasus penyiraman Nove
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak pesimis dengan kinerja polisi dalam pengusutan kasus Novel Baswedan. Sepuluh bulan berselang sejak penyidik KPK itu disiram air keras oleh oknum tak dikenal. Namun pelaku penyiraman hingga kini masih gelap.
Berangkat dari pesimisme ini, Dahnil bersikukuh menyarankan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Menurut pendiri Madrasah Antikorupsi tersebut, TGPF tetap jadi solusi paling efektif.
"TGPF bisa membantu polisi mengungkap hal-hal di luar kendali polisi, terutama terkait hal-hal nonteknis penyidikan. Seperti faktor politik dan dugaan keterlibatan orang-orang high profile dan mempunyai pengaruh kuat," ujar Dahnil kepada Alinea, Rabu (28/7).
Menurutnya, krisis kepercayaan terhadap kepolisian sudah terjadi lama. Ini terbukti dari banyaknya orang yang kerap mengusulkan pembentukan TGPF untuk kasus-kasus yang mangkrak. Sejak era Orde Lama, pembentukan TGPF untuk mengungkap kasus-kasus besar sudah diinisiasi. Mulai dari kasus pelanggaran HAM di Mesuji, Talangsari, pembantaian massal 1965, hingga pembunuhan Munir. Bahkan kasus terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman, yang konon melibatkan oknum BIN, TNI, dan Polri juga dibuat. Namun hampir semua temuan TGPF menguap.
Meski begitu, Dahnil tetap yakin TGPF bisa membantu mengungkap kasus Novel. "TGPF harus beranggotakan tokoh-tokoh yang berani, independen, dapat dipercaya, dan memiliki komitmen tinggi terhadap perlawanan korupsi dan HAM," ujarnya.
Disinggung mengenai kegagalan pembongkaran kasus TGPF di masa lalu, Dahnil berpendapat, itu bergantung dari komitmen Presiden Indonesia dan polisi. "Dari banyak TGPF berhasil mengungkapkan banyak fakta, tinggal mau tidak presiden dan polisi meninggikan komitmennya untuk mengungkap," imbuhnya.
Sebagai informasi, TGPF memang kelompok independen yang dibuat untuk membantu polisi mengungkap fakta dan mengumpulkan bukti di lapangan. Hasil temuannya hanya bersifat rekomendasi saja. Alhasil, hal ini tak urung jadi persoalan sendiri. Sebab eksekutor hukumnya tetap mereka yang duduk di instansi resmi, bukan TGPF. Ketidakefektifan pembentukan TGPF ini bisa ditelusuri dari sejarah pembentukannya dalam kasus-kasus di masa lalu.