sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Demokrasi di Indonesia dinilai masih memerlukan banyak perubahan paradigma

Demokrasi masih belum terbentuk sebagai kekayaan gagasan universal kehidupan suatu bangsa.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Jumat, 12 Feb 2021 07:22 WIB
Demokrasi di Indonesia dinilai masih memerlukan banyak perubahan paradigma

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, menyebutkan, hingga kini dalam pelaksanaan demokrasi masih terasa berjarak dengan pelaku politik maupun masyarakat.

Menurut Fahri, kondisi tersebut disebabkan demokrasi sejauh ini belum dijadikan sebagai tradisi berpikir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Sedangkan bangsa kita ini masih mengedepankan perasaan. Demokrasi masih belum terbentuk sebagai kekayaan gagasan universal kehidupan suatu bangsa," ucap Fahri, pada webinar nasional bertajuk "Partai Politik dan Tantangan Demokrasi Terkini," yang digelar Moya Institute, Kamis (11/2/2021).

Menyikapi keadaan demokrasi yang terasa demikian, Fahri menilai sudah saatnya Indonesia ke depan meningkatkan lagi inovasi agar makin lebih baik lagi dalam melihat masalah yang terjadi.

Sementara itu, juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Faldo maldini yang juga menjadi pembicara webinar menyampaikan, seharusnya politikus dapat memberikan solusi terhadap segala masalah yang hadir di tengah masyarakat.

"Aktivitas politik itu lahirkan proses politik. Yang kemudian memunculkan aktor-aktor politik dan mampu secepatnya selesaikan persoalan di masyarakat," ujar Faldo.

Temuan Faldo lainnya adalah sudah waktunya partai politik dapat mencontoh ke pengembang teknologi supaya mampu melahirkan produk aplikasi yang diterima serta bermanfaat bagi masyarakat.

Pembicara lainnya, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan memaparkan, pada Februari 2020 berdasarkan data dimilikinya, tingkat ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap demokrasi sangat tinggi.

Sponsored

Menurut Djayadi, bila sebagIan saja demokrasi telah dipandang buruk oleh masyarakat, maka sudah sepatutnya dianggap secara keseluruhan.

Faktor tersebut, ungkap Djayadi, disebabkan partai politik yang dalam aktivitasnya lebih banyak ke ranah negara ketimbang masyarakat. Padahal partai politik dalam fungsinya haruslah berimbang antara ke negara dan masyarakat.

"Partai politik lebih asyik urusan ke negara, dengan mainan-mainannya sehingga lupa dengan tuntutan masyarakat. Aspirasi masyarakat belum jadi pertimbangan utama," kata Djayadi.

Sedangkan pengamat politik internasional sekaligus mantan Diplomat senior, Imron Cotan, menyampaikan, agar mulai kini partai politik benar-benar dapat menjadikan Pancasila sebagai landasan aktivitasnya.

Imron meyakini, jika partai politik konsisten berdasarkan Pancasila dalam marwahnya, maka akan mampu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unggul dan mencetak generasi emas tahun 2045.

Berita Lainnya
×
tekid