sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Desakan NU-Muhammadiyah dan bayang-bayang golput di pilkada

Pilkada di tengah pandemi merupakan pemaksaan hak politik.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Selasa, 22 Sep 2020 12:58 WIB
Desakan NU-Muhammadiyah dan bayang-bayang golput di pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di masa pendemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) dinilai berada di bawah bayang-bayang golput atau mereka yang memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya.

"Prof Azra (Azyumardi Azra) hanya salah satu contoh yang mengemukakan sikap golputnya secara terbuka. Yang lain banyak, tapi tak menampakkan," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno dihubungi Alinea.id, Selasa (22/9).

Sebelumnya, Azra yang juga cendikiawan muslim itu menyatakan golput pada Pilkada Serentak 2020 yang dihelat 9 Desember mendatang, via akun media sosialnya, kemarin. Keputusan itu diambil Azra sebagai bentuk solidaritas bagi mereka yang wafat karena Covid-19.

Potensi meningkatnya angka golput di pilkada mendatang, sambung Adi, bukan saja karena masukan dua ormas besar Islam (NU dan Muhammadiyah) yang memiliki basis massa jutaan 'dicuekin' pemerintah. Namun, jelas dia, karena masyarakat pada umumnya menganggap pilkada tak berdampak nyata terhadap kehidupan mereka secara langsung.

"Kepala daerah boleh berganti tapi hidup mereka tetap nestapa. Di tambah lagi pilkada di tengah pandemi kemungkinan besar angka golput meningkat pesat," ujarnya.

Menurut Dosen Politik Fisip UIN Jakarta ini, penundaan pilkada tidak bertentangan dengan prinsip hak memilih dan dipilih dalam demokrasi di tengah lonjakan kasus Covid-19.

"Justru pilkada di tengah pandemi bisa terjadi pemaksaan hak politik karena pemilih dimobilisir untuk ke TPS padahal dalam kondisi takut corona. Hak politik mestinya suka rela bukan dimobilisir," pungkasnya.

NU dan Muhammadiyah

Sponsored

Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta KPU, Pemerintah dan DPR menunda pilkada hingga tahap darurat kesehatan terlewati.

"Pilkada sungguh pun dengan protokol kesehatan diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya,” ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Minggu (20/9).

Bagi Nahdlatul Ulama, kata Said, melindungi kelangsungan hidup (hifdz al-nafs) dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi (hifdz al-mâl) masyarakat. 

"Namun, karena Covid-19 telah mencapai tingkat darurat, prioritas utama kebijakan selayaknya diorientasikan untuk menanggulangi krisis kesehatan,” tutur Said lagi.

Sikap NU tersebut disusul Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kemarin, Senin (21/9), Muhammdiyah lewat Sekretaris Umumnya Abdul Mu'ti, meminta KPU, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR meninjau kembali pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19. 

"Kami sampaikan agar pelaksanaan Pilkada 2020 dipertimbangkan dengan seksama untuk ditunda," kata Mu'ti dalam konferensi pers, Senin (21/9). Mu'ti menjelaskan, usul penundaan tersebut didasari alasan kemanusiaan di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, keselamatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 merupakan yang paling utama.

Saat ini, kata dia, jumlah pasien Covid-19 di Indonesia belum ada tanda-tanda menurun. Pada 21 September, penambahan kasus harian pasien positif Covid-19 kembali mencapai angka tertinggi selama pandemi. Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, terdapat penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 4.176 orang dalam 24 jam terakhir.

Angka penambahan kasus harian ini merupakan yang tertinggi sejak kasus perdana Covid-19 diumumkan Presiden Jokowi, 2 Maret lalu. Dengan penambahan ini, jumlah pasien positif Covid-19 kini mencapai 248.852 orang, yang sembuh 180.797 orang, dan meninggal 9.677 orang.

"Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pilkada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19," ujar Mu'ti.

Sikap istana

Desakan agar pilkada ditunda tidak berjawab. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyampaikan bahwa Pilkada 2020) tetap digelar sesuai jadwal, yakni 9 Desember 2020.

"Demi menjaga hak konstitusi rakyak, hak dipilih dan hak memilih," ujar Fadjroel, Senin (21/9).

Fadjroel menjelaskan, pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat, disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru pilkada. 

"Presiden Jokowi menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak satu negara tahu kapan Covid-19 akan berakhir," jelasnya.

Karenanya, sambung Fadjroel, pelaksanaan pilkada harus disertai protokol kesehatan yang ketat. Agar aman dan tetap demokratis. Dia menambahkan, pilkada di masa pandemi bukan mustahil. Ia menyebut negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis dan Korea Selatan.

Sinyal tetap digelarnya pilkada pada 9 Desember mendatang diperkuat oleh terbitnya Maklumat Kapolri Nomor 3 Tahun 2020 Kepatuhan Terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020. Maklumat itu untuk melindungi dan menjamin keselamatan penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, pemilih, dan seluruh pihak yang terkait.

Maklumat dikeluarkan Kapolri Jenderal Idham Azis, Senin (21/9) kemarin. Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Argo Yuwono, setelah keluar maklumat seluruh anggota Polri wajib menindak apabila menemukan pelanggaran protokol kesehatan terkait Covid-19.

Sinyal lainnya muncul dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyampaikan beberapa opsi regulasi terkait penyelenggaraan Pilkada serentak 2020. Salah satu  opsi tersebut adalah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Pilkada untuk pengetatan protokol kesehatan.

Usulan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Pilkada memang kian kencang setelah terjadi pelanggaran protokol kesehatan di 243 dari 270 daerah yang menggelar pilkada. Belum lagi adanya 60 calon kepala daerah yang dilaporkan terpapar Covid-19.

Untuk diketahui, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan dilaksanakan di 270 daerah, mencakup sembilan provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Pencoblosan rencananya berlangsung 9 Desember mendatang.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid