sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Di balik mobilisasi para kades untuk Jokowi

Mobilisasi kepala desa untuk menguatkan wacana Jokowi tiga periode dianggap penyalahgunaan kekuasaan.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 12 Apr 2022 15:04 WIB
Di balik mobilisasi para kades untuk Jokowi

Tak lama setelah pulang dari acara Silahturahmi Nasional (Silatnas) DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3) lalu, Yahya "diteror". Pesan singkat tak henti-hentinya masuk ke nomor WhatsApp Ketua DPC Apdesi Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) itu. 

Mayoritas pesan datang dari kepala desa di Kukar. Secara umum, mereka memprotes langkah Ketua Apdesi Surtawijaya yang tiba-tiba mengumumkan bakal meresmikan dukungan terhadap wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga tiga periode saat puncak acara Silatnas Apdesi. 

Sebagai salah satu kepala desa yang turut hadir dalam Silatnas Apdesi, Yahya didesak memberikan penjelasan oleh sebagian besar kepala desa Kukar yang tak diundang dalam acara tersebut. Diberondong pernyataan semacam itu, Yahya mengaku bingung menjawab. 

"Mereka banyak yang enggak setuju soal dukungan itu. Pada ribut di grup WhatsApp kami. Sebenarnya di dalam banyak yang enggak solid mendukung pernyataan Pak Surtawijaya soal tiga periode itu," kata Yahya kepada Alinea.id, Senin (4/4). 

Yahya menuturkan ia diundang Surtawijaya ke Jakarta untuk membicarakan permasalahan-permasalahan di desa kepada Jokowi dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Selama di Jakarta, Surtawijaya tak pernah membicarakan soal deklarasi dukungan dari Apdesi terhadap wacana Jokowi tiga periode. 

"Dukungan itu sepertinya pribadi Pak Sutawijaya. Saya enggak tahu kalau memang ada deal-deal dengan Istana soal dukungan itu. Sangat mungkin kepentingan pribadi. Soalnya, secara kelembagaan, kami enggak ada pembicaraan dukungan," kata Yahya.

Yahya membantah para kepala desa sengaja dimobilisasi ke Jakarta untuk menggaungkan wacana Jokowi tiga periode. Menurut dia, semua kepala desa anggota DPP Adpesi berangkat ke ibu kota menggunakan duit dari kantong sendiri. Mereka bersedia jauh-jauh datang dari berbagai daerah demi bertemu Jokowi dan curhat soal persoalan-persoalan desa. 

"Saya beli tiket sendiri ke Jakarta pulang pergi. Saya makan beli sendiri, hotel juga bayar sendiri. Tapi, soal kenapa bisa terjadi deklarasi dukungan itu, saya enggak paham," ujar Kepala Desa Embalut Tenggarong Seberang, Kukar itu. 

Sponsored

Selama ini, menurut Yahya, para kepala desa yang tergabung dalam DPP Apdesi mengapresiasi kebijakan-kebijakan Jokowi yang pro terhadap pembangunan desa. Meski begitu, ia mengklaim mayoritas kepala desa di Kukar menolak wacana perpanjangan masa jabatan Jokowi. 

"Dari beberapa presiden ini, hanya zaman Presiden Jokowi yang ada dukungan terhadap pemerintah desa. Ada dana desa, bahkan kemarin Pak Jokowi janji tahun depan kalau Covid-19 enggak ada lagi akan dinaikkan dana desanya," kata Yahya.

Ketua Umum DPP Apdesi Surtawijaya di acara Silaturahmi Nasional APDESI yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3). Foto dok. Sekretariat Presiden 

Berbuah protes

Dukungan terhadap wacana perpanjangan jabatan Jokowi dari Apdesi memang bukan deklarasi resmi. Dalam acara Silatnas Apdesi, akhir Maret lalu, dukungan tersebut seolah disuarakan secara spontan oleh para kepala desa yang hadir di Senayan. 

Ketika itu, seruan dukungan datang dari sejumlah kepala desa saat Jokowi sedang berpidato di hadapan para peserta Silatnas Apdesi. 

"Tiga, Pak! Tiga, Pak!" teriak seorang peserta. 

"Pak Jokowi tiga periode!" timpal peserta lain. 

Ketua Apdesi Provinsi Jambi Samsul Puad mengungkapkan seorang kades asal Aceh yang kali pertama meneriakkan 'Jokowi tiga periode' dalam acara Silatnas. Ia membantah momen tersebut direkayasa. 

"Saya, sebagai panitia, tidak ada rencana untuk mendukung Jokowi tiga periode. Kalau yang lain ada yang bermain atau dimobilisasi saya enggak tahu," kata Samsul kepada Alinea.id, Rabu (6/4). 

Terkait rumor keterlibatan pihak Istana dalam memobilisasi para kades untuk mendukung wacana perpanjangan jabatan Jokowi, Samsul mengaku tidak tahu-menahu. "Andai pun ada, saya tidak ikut. Saya kurang tahu siapa yang bermain di sana," imbuhnya. 

Ditemui para pewarta usai Silatnas Apdesi, Surtawijaya sebenarnya sempat mengungkapkan DPP Apdesi akan mendeklarasikan dukungan terhadap wacana perpanjangan masa jabatan Jokowi secara resmi usai perayaan Idul Fitri. 

Namun demikian, Samsul menyebut rencana tersebut akan dibatalkan. "Pak Surtawijaya tidak ada merencanakan mau kumpul lagi untuk mendukung Jokowi tiga periode," kata Samsul.

Gelaran Silatnas dan rencana Surtawijaya mengumumkan dukungan terhadap Jokowi tiga periode sempat diprotes oleh Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) pimpinan Arifin Abdul Majid. Sama-sama berakronim Apdesi, Apdesi kubu Arifin merasa nama organisasinya dicatut. 

"Organisasi kami jadi terseret karena akronim nama. Seharusnya mereka pakai akronim DPP Apdesi. Banyak juga anggota kami yang kepala desa aktif itu mempertanyakan," kata Sekretaris Jenderal Apdesi kubu Arifin, Muksalmina kepada Alinea.id, Rabu (6/4).

Dijelaskan Muksalmina, Apdesi pecah pada 2016 setelah empat tahun berkonflik. Ketika itu, kubu Surtawijaya menggelar musyawarah nasional (munas) di Solo. Adapun kubu Arifin menggelar munas di Lampung dan meneruskan nama Apdesi. 

"Karena kami lebih dulu terdaftar dengan nama Apdesi (di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia/Kemenkumham), maka enggak boleh ada dua nama yang sama. Akhirnya, yang sekarang dipimpin Surtawijaya mendaftarkan dengan nama DPP Apdesi," kata Muksalmina. 

Meski tak mermpersoalkan eksistensi kubu Sutarwijaya, Muksalmina keberatan nama Apdesi dipakai untuk menjustifikasi dukungan kepada desa terhadap wacana Jokowi tiga periode. Ia menegaskan tak semua kepala desa bernaung di bawah DPP Apdesi. 

Di lain sisi, kepala desa juga tak solid mendukung wacana perpanjangan masa jabatan Jokowi. "Ketika ada isu muncul seperti itu, kami, mohon maaf, mengatakan bupati dan kepala desa itu enggak sama dan enggak dari satu partai," imbuh dia. 

Menurut Muksalmina, tak elok para kepala desa diseret-seret ke ranah politik praktis. Meski begitu, ia tak mempersoalkan jika DPP Apdesi pimpinan Surtawijaya punya pandangan lain. "Tapi, silakan pakai nama DPP Apdesi," tegas dia. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato dalam Silatnas Apdesi 2022 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/03/2022). Foto dok. Setpres

Tangan Istana? 

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai momen dukungan kades di acara Silatnas Apdesi merupakan skenario Istana untuk mencari pembenaran terhadap wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Aroma mobilisasi pun terendus kuat. 

"Surtawijaya juga mengangkat LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) sebagai Ketua Dewan Pembina Apdesi. Peran Kemendagri, dalam hal Mendagri Tito juga terang benderang. SKT (surat keterangan terdaftar) Apdesi Surtawijaya dikeluarkan Kemendagri sehari sebelum acara oleh Kemendagri," jelas Zaki kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Tak mengantongi surat keputusan badan hukum dari Kemenkumham, DPP Apdesi pimpinan Sutarwijaya berstatus sebagai organisasi masyarakat (ormas). Meskipun sesuai akta notaris sudah berdiri sejak 2005, SKT ormas DPP Adpesi dilaporkan dirilis Kemendagri sehari sebelum acara Silatnas Apdesi digelar. 

Zaki menduga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) juga terlibat dalam memobilisasi para kades ke Jakarta. Pasalnya, Kemendes merupakan kementerian terkait yang paling intens berhubungan dengan para kades. 

"Kementerian itu yang memiliki dan mengelola jaringan desa-desa. Intinya pemerintah telah melakukan akrobat politik mobilisasi ribuan kepala desa untuk tujuan-tujuan politik yang kotor. Segala cara digunakan, termasuk memanfaatkan organisasi yang badan hukumnya bermasalah," kata Zaki.

Infografik Alinea.id/Debbie Alyuwandira

Zaki mengatakan elite-elite di Istana sengaja memanipulasi aspirasi kalangan kepala desa untuk memperkuat narasi publik mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi. Lewat klaim big data 110 juta pendukung Jokowi tiga periode, narasi itu sebelumnya dimainkan sejumlah elite, terutama oleh Luhut.

"Sayangnya DPR kita melempem dan tidak menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Abuse of power ini mestinya harus ditanyakan dan diusut oleh DPR. Jika terus berlanjut manuver-manuver semacam itu, jangan terkejut jika nanti ada perlawanan balik dari masyarakat sipil," ujar dia.

Upaya-upaya memanipulasi dukungan publik terhadap wacana Jokowi tiga periode, kata Zaki, perlu segera diantisipasi. Jika wacana itu terealisasi, Zaki khawatir Indonesia jatuh ke otoritarianisme. Sebagaimana di negara-negara yang memaksakan perpanjangan masa jabatan penguasanya, ia memprediksi konflik horizontal bakal pecah. 

"Para penguasa otoriter itu juga tidak segan-segan menggunakan wasit, seperti aparat penegak hukum dan keamanan yang seharusnya netral, diperalat untuk menghukum para pesaing politik yang bersikap kritis. Jika abuse of power ini terus berjalan massif dan tidak terkendali, maka tumpuan paling kuat untuk membendungnya adalah munculnya gerakan people power," terang Zaki.

Berita Lainnya
×
tekid