sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bau 'amis' politik di balik pertemuan Prabowo-Jokowi di Kaltim, Hasto-Muzani di DPP PDIP

Pertemuan elite PDIP-Gerindra bukan kebetulan, semua peristiwa politik selalu melalui sebuah perencanaan.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 25 Agst 2021 11:34 WIB
Bau 'amis' politik di balik pertemuan Prabowo-Jokowi di Kaltim, Hasto-Muzani di DPP PDIP

Ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertolak ke Kalimantan Timur (Kaltim) untuk meninjau proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru pada Selasa (25/8). Di lokasi ini, Prabowo 'membujuk' Jokowi  untuk berani memindahkan IKN ke Kaltim. Selain alasan strategis, pemindahan IKN perlu dilakukan untuk memisahkan pusat pemerintahan dari pusat ekonomi.

Tepat di hari yang sama, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menggelar pertemuan di markas PDIP, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam konferensi pers, keduanya tak menampik membahas Pemilu 2024 dan amandemen UUD 1945, namun lebih fokus untuk membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19.

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago meyakini pertemuan Prabowo-Jokowi dan Hasto-Muzani bukan kebetulan. Kata dia, semua peristiwa politik selalu melalui sebuah perencanaan (by design) atau dengan sengaja diciptakan untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Apalagi, sekelas PDIP yang merupakan partai penguasa "the ruling party" dan Gerindra partai papan atas.

"Saya termasuk mazhab yang percaya dalam setiap agenda dan pertemuan politik ada desain, ada arsiteknya. Enggak mungkin secara bersamaan dua pertemuan tersebut terjadi kebetulan atau alamiah," kata Pangi saat dihubungi Alinea.id, Rabu (25/8).

Lantas apa makna perjalanan Jokowi-Prabowo dan pertemuan Hasto-Muzani? Menurut Pangi, boleh jadi ada pesan di balik pertemuan tersebut, baik antara Jokowi-Prabowo dan PDIP-Gerindra yang diwakili Hasto dan Muzani. Selain sinyal duet PDIP-Gerindra, pertemuan tersebut juga mengindikasikan amandemen UUD 1945 terutama terkait perpanjangan masa jabatan presiden.

"Sambil melihat dan cek ombak respon publik. Walaupun kita konsisten menolak wacana tiga periode tersebut. Merusak demokrasi kita," ujar Pangi.

Pangi berpendapat, pertemuan dua momentum tersebut ingin menyampaikan pesan politik tiga periode. Alasannya, Jokowi-Prabowo yang menjadi partai pengusung utama adalah PDIP-Gerindra. Sebagai partai papan atas mereka bertemu dalam kunjungan ke Kaltim. Sementara itu, terjadi pertemuan politik Sekjen Gerindra Ahmad Muzani dan Sekjen PDIP Hasto di tempat lain.

"Apalagi Prabowo menyampaikan komentar dan statement ke Jokowi, lanjutkan Pak pembangunan ibu kota baru, kita sudah sama-sama mahfum saja apa makna dan pesan di balik itu semua. Jokowi dari dulu selalu bermain pada simbol, apakah itu sindiran, apakah itu bahasa bersayap," tegas Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.

Sponsored

Menguatnya wacana amandemen UUD 1945 yang berujung pada penambahan masa jabatan presiden menurut Pangi bukan isapan jempol belaka. Menurutnya, PDIP mungkin juga sudah mulai berkaca dan realistis melihat elektabilitas Ketua DPP Puan Maharani yang digadang-gadang menjadi calon presiden dari PDIP, tidak kunjung membaik dan meroket pascapemasangan baliho di 'santero' republik Indonesia.

"PDIP tentu sudah mulai mengkalkulasi dan menghitung ulang dan apakah mungkin Puan tetap dipertahankan PDIP untuk diusung atau opsi Jokowi tiga periode berpasangan dengan Prabowo (PDIP-Gerindra) sebagai pengusung partai utama," kata dia.

Kendati nantinya kemauan politik PDIP-Gerindra demikian, Pangi mengatakan wacana tiga periode harus ditolak. Berdasarkan survei Voxpol Center Research and Consulting pada 22 Juni-2 Juli 2021, mayoritas responden menyatakan tidak setuju dengan amandemen dan perpanjangan masa jabatan presiden. Dalam survei ditemukan bahwa 73,7% responden menolak perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Sebanyak 22,6% menyatakan setuju.

Pangi menambahkan, apa yang dikhawatirkan dan dicurigai pendiri Partai Ummat, Amien Rais yang dianggap fitnah dan over aktif, paling tidak aroma amis ini sudah mulai dikit dikit menyeruak. Menurutnya, prediksi Amien Rais terkait langkah politik rezim yang jauh jauh hari sudah diramalkan dan khawatirkan bakal terjadi.

"Yang bisa kita lakukan adalah menghentikannya, bersuara untuk menolak, sebab kalau kita diam, yang lain diam maka agenda arsitek tiga periode bakal berjalan mulus, tapi kalau kita  bersuara maka mereka tetap menghitung dan membaca kekuatan. Kalau tiga periode terwujud maka sama saja kita sudah menyerahkan nasib kita pada pemerintahan otoritarian, kita pasti enggak mau. Pemerintah yang tidak terjadi pergantian elite secara reguler maka cenderung bakal otoriter dan korup. Agenda reformasi membatasi masa jabatan supaya enggak makin absolut dan korup," pungkas Pangi.

Sebelumnya, Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan partainya sepakat dengan PDI Perjuangan untuk melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Menurutnya, diperlukan grand design menjelang usia emas kemerdekaan RI.

Muzani menyebut, amandemen UUD 1945 menjadi salah satu topik pembahasan dalam pertemuannya dengan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di kantor DPP PDIP, Menteng, Selasa (24/8).

"Tahun 2045 nanti, Republik Indonesia akan berumur satu abad. Sampai sekarang kita belum punya desain satu abad RI merdeka itu di bidang kesehatan kayak apa,  di bidang pendidikan kayak apa. Kemudian untuk mencapai tujuan-tujuan itu harus dengan apa saja, alat pendukung yang diperlukan," kata Muzani dalam konferensi pers secara virtual pertemuannya dengan Hasto kemarin.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid