sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dirut PLN diganti, PKS harap pemerintah tidak didikte negara asing

PKS menekankan tiga hal yang harus diperhatikan oleh Dirut PLN baru.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Selasa, 07 Des 2021 16:23 WIB
Dirut PLN diganti, PKS harap pemerintah tidak didikte negara asing


Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyebut, pergantian jabatan Direktur Utama PLN dari Zulkifli Zaeni ke Darmawan Prasodjo sangat mengejutkan. Ia mengaku pergantian yang diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PLN kemarin (6/12), di luar dugaan.

Mulyanto menganggap kinerja eks Dirut PLN Zaeni selama ini cukup baik. Hubungan dan komunikasi dengan Komisi VII DPR RI juga cukup kondusif.

Di sisi lain, dia menyatakan penghormatan atas pergantian jabatan di PLN tersebut.

"Sebagai mitra kerja, kami berharap kondisi PLN bisa lebih meningkat lagi, baik dalam pengelolaan aset maupun pelayanan kepada masyarakat.  Karena berlatar belakang parpol tertentu, PKS mendesak agar Dirut baru tidak mempolitisasi PLN, namun fokus pada kinerja", kata Mulyanto kepada Alinea.id, Selasa (7/12).

Mulyanto meminta Dirut baru PLN Darmawan Prasodjo untuk mempertahankan capaian kinerja yang sudah baik dan meningkatkan segala kurang. Ia berharap, pembangunan ketenagalistrikan nasional dari hari ke hari semakin memenuhi harapan rakyat.

Menurutnya, terdapat tiga hal yang harus benar-benar diperhatikan Dirut PLN baru. Pertama, implementasi transisi energi bersih yang berkeadilan. Kedua, terkait keadilan listrik bagi rakyat. Ketiga, mengenai tarif listrik

"RUPTL 2021-2030 menargetkan rasio elektrifikasi nasional sebesar 100 persen pada tahun 2022," ujar Mulyanto.

Soal implementasi transisi energi hijau, Mulyanto minta pemerintah tidak didikte oleh negara maju dengan berbagai komitmen energi bersih yang menjerat leher. Sementara, bantuan pendanaan dari negara maju belum direalisasikan.

Sponsored

Menurutnya, rakyat Indonesia berhak menikmati listrik yang berlimpah dan murah untuk menjalankan roda pembangunan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan mereka. 

"Jangan sampai kita menyingkirkan PLTU secara semena-mena, padahal kita memiliki sumber batubara yang melimpah, lalu menggantikannya dengan listrik EBT yang pendanaannya sangat besar dan menghasilkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang mahal," ujar Mulyanto.

Mulyanto menambahkan, sesuai RUPTL 2021-2030 porsi EBT sebesar 52%, maka BPP PLN akan naik dari Rp 1.423/kWh pada 2021 menjadi Rp1.689/kWh pada 2025.  Beban tambahan untuk subsidi dan kompensasi membengkak dua kali lipat dari Rp71.9 triliun pada 2021 menjadi Rp182.3 triliun pada 2025.

"Apakah pemerintah punya uang untuk menanggung beban ini? Ini perlu kehati-hatian dan pentahapan yang baik," tutur Mulyanto.

Terkait keadilan listrik bagi rakyat, Mulyanto menegaskan PLN harus teguh pada program yang sudah ditetapkan. RUPTL 2021-2030 menargetkan rasio elektrifikasi nasional sebesar 100% pada 2022. Rasio elektrifikasi diartikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik terhadap seluruh rumah tangga nasional. 

Sekarang ini, kata Mulyanto, jumlah RT yang belum berlistrik sebanyak 483.012 rukun tetangga (RT).

"Sudah beberapa kali janji 100 persen tingkat elektrifikasi tidak ditepati oleh Pemerintah. Karenanya, saya minta Dirut PLN yang baru fokus mengejar target ini di tahun 2022," tuturnya.

Mengenai tarif listrik, Mulyanto minta PLN tidak mengusulkan kenaikan tarif di saat pandemi. Menurutnya, kondisi masyarakat termasuk industri masih lemah. 

"Sudah lama memang belum ada penyesuaian tarif listrik PLN ini.  Namun, sekarang bukanlah saat yang tepat untuk itu," katanya.

Menurut Mulyanto, dengan kebijakan domestic market obligation (DMO), yang mematok harga batubara sebesar US$70 per ton, maka lonjakan harga batubara terjadi akhir-akhir ini tidak mempengaruhi BPP listrik.  Begitu pula dengan adanya subsisidi dan kompensasi yang dapat menjaga stabilitas tarif listrik.

Di sisi lain, tarif listrik Indonesia juga tidak terlalu murah. Dari data Globalpetrolprice.com per maret 2021, tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga sebesar 10.1 sen USD. Sementara di China, Vietnam dan Malaysia masing-masing sebesar 8.6, 8.3 dan 5.2 sen USD.  Bahkan, tarif listrik rumah tangga di Laos hanya sebesar USD4.7 sen. 

"Jadi tarif listrik di kita hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tarif listrik di Malaysia," ujarnya. 

Berita Lainnya
×
tekid