sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gaduh TWK KPK penanda serius kemunduran demokrasi

Penolakan publik terhadap pemecatan 75 pegawai KPK adalah perjuangan akal sehat.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Rabu, 02 Jun 2021 06:50 WIB
Gaduh TWK KPK penanda serius kemunduran demokrasi

Peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Herlambang P Wiratraman, menilai penolakan publik terhadap pemecatan 75 pegawai KPK adalah perjuangan akal sehat melawan tindakan pembodohan oleh aktor-aktor yang mengatasnamakan negara dan formalisme birokrasi versus diskursus penegakan hukum.

"Segala kekisruhan itu adalah penanda paling serius dari terjadinya kemunduran demokrasi dan kemerosotan luar biasa dari kebebasan sipil, terjadinya pembodohan versus kecerdasan dan pejuangan akal sehat," katanya dalam diskusi bertajuk "Integritas, Pelemahan KPK Dan Negara Hukum Indonesia", Selasa (1/6/2021).

Persoalan kasus pemecatan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, kata dia, bukan pada soal lulus test atau tidaknya mereka, tetapi terletak pada pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) itu sendiri yang sedari awal sudah menjadi sorotan.

"Persoalan sebenarnya adalah menyangkut desain politik hukum di Indonesia terhadap proses pelemahan lembaga anti rasuah seperti KPK. Fakta sesungguhnya desain politik hukum yang terjadi bukanlah desain penguatan lembaga KPK, namun telah terjadi proses pelemahan KPK secara sistematis," ujarnya.

Ia melanjutkan, publik saat ini bertanya-tanya mengapa pimpinan KPK sampai begitu beraninya melawan perintah Presiden RI dan kepala negara terkesan mendiamkan. "Ataukah persoalannya memang terletak pada integritas kepala negara, padahal Presiden mempunyai wewenang konstitusional untuk tegaknya hukum dan keadilan. Sayangnya, hal itu tidak cukup dilakukan," paparnya.

Di forum yang sama, Novariza, salah satu pegawai KPK yang masuk dalam daftar tak lolos menyatakan bahwa TWK merupakan keinginan Ketua KPK Firli Bahuri. "Padahal tidak ada aturan di atasnya (UU KPK 2019) yang bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan TWK," ungkapnya.

Test TWK tersebut, sambungnya, tanpa melibatkan pegawai KPK dan tidak ada penjelasan tentang maksud tes wawasan kebangsaan. "Tes tersebut rupanya mengikuti model Indeks Moderasi Bernegara (IMB) milik insitusi militer yang setelah di-search di google pun tidak ditemukan. Ketika pegawai lebih serius mempertanyakan kepada pimpinan KPK, dijawab dengan seolah-olah TWK adalah tes formalitas belaka, dan pegawai tidak perlu khawatir karena tidak ada konsekwensi lulus atau tidak lulus," ungkapnya.

Ia menyampaikan, pertanyaan dalam TWK tidak ada relevansi dengan tugas-tugas pemberantasan korupsi dan wawasan kebangsaan, juga terasa aneh karena muncul pertanyaan seputar LGBT, DI/TII dan lain-lain.

Sponsored

"Terjadi pelanggaran HAM, pelecehan keyakinan beragama pegawai, terjadi pelecehan wanita dan lelaki dalam tes-tes tulis, terlebih saat test wawancara kepada setiap peserta test," beber Novariza.

Dijelaskan Novariza, 75 pegawai yang disebut tidak lolos seleksi TWK adalah mereka yang tengah bertugas memeriksa kasus-kasus korupsi besar di Indonesia seperi kasus Bansos, kasus Harun Masiku, kasus Tanjungbalai dan lainnya.

"Kasus Bansos saja diketahui baru memasuki pemeriksaan penyidikan untuk 300 ribu paket bansos. Padahal paket Bansos yang diperiksa mencapai jumlah lebih dari 1 juta paket yang jika dikembangkan kasusnya akan mengalir kemana-mana. Pemecatan terhadap pegawai KPK yang tengah memeriksa kasus korupsi besar pasti akan menghambat penanganan kasus berikutnya," pungkasnya.

Diketahui, dalam TWK ini ada 75 pegawai dinyatakan tidak lolos. Dari jumlah tersebut, 51 dipecat dan 24 lainnya bakal menjalani pembinaan. Sementara 1.271 pegawai telah dilantik menjadi ASN kemarin.

Berita Lainnya
×
tekid