sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jabatan mentereng dan getol tebar pesona, mengapa elektabilitas Airlangga kecil?

Elektabilitas Airlangga bahkan dikalahkan oleh anak buahnya di Partai Golkar, Dedi Mulyadi.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Rabu, 12 Jan 2022 11:58 WIB
Jabatan mentereng dan getol tebar pesona, mengapa elektabilitas Airlangga kecil?

Elektabilitas Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto, tetap stabil di papan bawah. Bahkan berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, tingkat keterpilihannya disalip anak buahnya, Dedi Mulyadi.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan elektabilitas Airlangga. Padahal, dia gencar memoles citra dalam hingga menduduki beberapa jabatan strategis.

Faktor pertama, strategi pencitraan Airlangga dengan memasang baliho, spanduk, hingga billboard dan pembagian semabko tidak berdampak secara elektoral. Cara tersebut hanya memengaruhi tingkat keterkenalannya.

"Yang kenal belum tentu suka dengan tokoh tersebut. Sebagian yang kenal ada yang suka," ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (12/1).

Ipang, sapannya, menambahkan, posisi Airlangga sebagai pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga membuatnya membela kebijakan pemerintah, khususnya yang tidak pro rakyat, juga berimplikasi terhadap sikap publik yang tidak suka kepadanya. Faktor ini lebih berdampak terhadap elektoral dibandingkan memasang baliho.

"Apa statement politiknya yang membela rakyat, membela masyarakat karena sembako mahal atau soal yang berhubungan dengan kepentingan hajat hidup orang banyak?" tanyanya. "Dari situ bisa ada sentimen dan kebijakan populis yang kemudian punya dampak secara elektoral."

Karenanya, Ipang menyarankan Airlangga memiliki sikap dan pernyataan politik yang terlihat membela dan perhatian terhadap nasib rakyat kecil. Langkah ini perlu dilakukan jika ingin dipilih dan memberikan insentif elektoral.

"Kalau hanya mengandalkan tebar pesona, senyum promosikan dirinya melalui billboard, [dampaknya] hanya pada level yang tadi tidak kenal lalu menjadi kenal. Hanya pada level itu, belum masuk ke level tingkat keterpilihan atau disebut elektabilitas," tuturnya.

Sponsored

Meskipun demikian, Ipang mengakui, pemantauan atas tren elektabilitas masih dapat dilakukan hingga setahun ke depan sebelum akhirnya memutuskan untuk maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 atau tidak. Pangkalnya, pemilihan baru bakal digelar dua tahun lagi.

"Tapi, lagi-lagi kuncinya ada pada dukungan koalisi parpol (partai politik) untuk mengusung capres (calon presiden) dengan angka minimal 20%," tandasnya.

Dalam hasil survei Indikator yang dipublikasikan Minggu (9/1), elektabilitas Dedi Mulyadi, yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR asal Fraksi Partai Golkar, mencapai 1%, sedangkan Airlangga 0,1% saat responden ditanya secara spontan soal pilihan presidennya tanpa ada opsi nama (top of mind). Sebagai catatan, Nama Dedi sebelumnya tidak pernah masuk bursa capres.

Rendahnya tingkat keterpilihan Airlangga tersebut juga tecermin dari pertanyaan lain soal capres dalam simulasi 33 dan 19 nama semi-terbuka pada survei yang sama. Secara berturut-turut meraih 0,2% dan 0,9%.

Riset Indikator ini dilaksanakan pada 6-11 Desember 2021 dengan melibatkan 2.020 responden yang memiliki hak suara di 34 provinsi se-Indonesia. Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling yang terdisitribusi secara proporsional di seluruh provinsi.

Toleransi kesalahan (margin of error/MoE) survei ini sekitar kurang lebih 2,9%. Adapun tingkat kepercayaannya (level of confidence) sebesar 95%.

Berita Lainnya

, : WIB

, : WIB
×
tekid