sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Impeachment Jokowi karena Perppu Covid-19 tak logis

Belum ada pembahasan Perppu Covid-19 antara pemerintah dengan DPR

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Senin, 20 Apr 2020 14:54 WIB
Impeachment Jokowi karena Perppu Covid-19 tak logis

Polemik Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, masih bergulir, ditandai oleh muncul tagar #ImpeachmentJokowi, Minggu (19/4). 

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa mengatakan munculnya tagar tersebut berlebihan. Pasalnya, kata dia, dalam konteks Perppu tersebut, belum ada syarat logis untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

"Misalnya hari ini partai-partai pendukung Pak Jokowi masih solid. Nah, dalam konteks yang lain, untuk meng-impeachment itu kan harus lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Selanjutnya proses untuk impeachment itu kan tidak sesederhana itu," kata politikus Gerindra ini saat dihubungi di Jakarta, Senin (20/4).

Dijelaskan Desmon, ada bebera alasan mengapa tuntutan pemakzulan Presiden Jokowi tidak logis: Pertama, sampai hari ini, DPR belum menyetujui Perppu tersebut. Belum ada pembahasan apa pun terkait Perppu antara pemerintah dan DPR. Perppu ini masih hanya sekadar rancangan dari pemerintah. 

Kemudian, Desmond menambahkan, para tokoh masyarakat telah melakukan gugatan judicial review atau uji materi mengenai Perppu ini ke MK.

"Jadi logis-logis seperti itu tidaklah ya. Dan kita juga tidak berharap, bahwa Presiden ini di-impeachment. Tentunya ini kan cuma catatan saja menurut saya, bahwa pemerintah diingatkan, bahwa Perppu ini tidak selayaknya harus ada," tegas dia.

Soal adanya kepentingan oligarki di balik Peppu itu, memurut Desmond masih belum konkret keberadaannya. "Siapa yang diuntungkan dalam proses Perppu ini belumlah jelas adanya, masih seperti hantu," bebernya.

Namun demikian, Desmond menegaskan, sebagai anggota dewan, dirinya memang melihat ada beberapa ketentuan yang tidak rasional dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu. Khususnya mengenai aturan yang bisa mengintervensi beberapa institusi.

Sponsored

"Misalnya Bank Indonesia (BI) yang independen diintervensi. KPK yang independen juga diintervensi, DPR dalam APBN juga diintervensi. Saya pikir, bahwa Perppu ini memang banyak menabrak," ungkap Desmond.

Oleh sebab itu, Desmond menyarankan Perppu ini harus segera disikapi oleh pemerintah dan DPR.

Ditegaskan dia, banyaknya kritikan atas Perppu ini adalah peringatan terhadap pemerintah dan DPR, agar langkah-langkah yang ditempuh ke depan tidak menjadikan persoalan-persoalan baru di masa depan, misal persoalan hukum dan persoalan politik.

Lebih jauh, Desmond mengatakan, DPR sendiri sejatinya baru akan membahas Perppu ini dalam masa persidangan mendatang.

Ia berharap pemerintah dan lembaganya bisa mencatat kritikan yang ada sebagai bahan pertimbangan, apakah tetap akan mengesahkan Perppu ini atau tidak.

"Saya pikir pemerintah atau DPR tidak ngotot memaksakan yang ke depannya semua orang bisa dirugikan. Makannya saya bilang tadi, ini ada konsekuensi-konsekuensi ke depan. Baik hukun maupun dari aspek sejarah ke depan," tutup dia.

Sebelumnya, tagar #ImpeachmentJokowi terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ramai bermunculan di platform Twitter, bahkan sempat terpopuler, Minggu (19/4). Salah satu yang menyuarakan adalah Politikus Demokrat, Taufik Rendusara.

Taufik menilai Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sangat sarat akan kepentingan ologarki. Menurut dia, jika kepentingan ologarki dijalani oleh millenial sebagaimana yang dilakukan Stafsus Presiden Jokowi, masyarakat bisa memakluminya. Namun hal tersebut berbeda jika kepentingan tersebut dijalankan oleh kepala negara.

"Jokowi bukan bagian dari milenial. Karena itu rakyat berhak minta pertanggungjawabannya melalui konstitusi yang sah di republik ini. #ImpeachmentJokowi,” tulis Taufik pada akun Twitter probadinya, @Toperendusara1, Minggu (19/4).

Beberapa tokoh diketahui telah melayangkan judicial review akan Perppu ini ke MK. Berdasarkan laman resmi MK, setidaknya ada dua gugatan judicial review yang sudah masuk: 

Pertama, oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) yang diajukan pada tanggal 9 April 2020.

Kedua, gugatan diajukan oleh sejumlah tokoh yang berisikan Din Syamsuddin hingga Amien Rais yang diajukan gugatannya ke MK pada 14 April 2020.

Berita Lainnya
×
tekid