sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Isu RUU Pemilu terjebak pada 2 persoalan klasik

Ada dua alasan mengapa DPR-pemerintah perlu lanjutkan bahas RUU Pemilu.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Minggu, 07 Feb 2021 15:58 WIB
Isu RUU Pemilu terjebak pada 2 persoalan klasik

Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif memberikan dua alasan mengapa Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum perlu dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Pertama, ada kewenangan pembentukan badan peradilan khusus seperti yang diamanatkan dalam Pasal 125 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Kalau kita memaknai Pasal 157 ayat (2), maka sangat dimungkinkan ada RUU Pemilu untuk mengakomodir, bagaiamana desain peradilan khusus ini," kata peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana, dalam webinar bertajuk "Maju Mundur RUU Pemilu," yang ditayangkan di akun YouTube Perludem, Minggu (7/2).

Isu Rancangan Undang (RUU) Pemilu saat ini terjebak pada dua persoalan klasik yakni sistem pemilihan, dan ambang batas. Padahal, kata dia, ada kewenangan yang harus dipenuhi para pemangku kebijakan untuk merumuskan badan peradilan khusus.

"Terus tiba-tiba mereka belum jawab ini dan mereka katakan bahwa tidak perlu lakukan RUU Pilkada. Lantas, gimana konsekuensi peradilan khusus? padahal Pasal 157 (2) peradilan khusus itu harus dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu serentak nasional yaitu akan jatuh di 2024," ucapnya.

"Nah, ini kan jadi kegamblangan nih. Ini pertanyaan yang harus dijawab betul oleh pembentuk UU jika mereka betul pada saat paripurna nanti ternyata tidak memasukan RUU Pemilu dalam prolegnas prioritas 2021 atau bahkan mungkin mereka memasukan RUU Pemilu ke Prolegnas Prioritas, tetapi tidak dibahas," tegas Ihsan.

Ia khawatir akan ada banyak masalah di terkait penegakan hukum kepemiluan bila badan peradilan khusus tidak segera dirumuskan akibat DPR RI enggan merevisi UU Pemilu.

"Nah, ini kan model seperti ini bisa diminimalisir dengan menginvetarisir dulu pasal-pasala mana atau hal-hal apa yang berdampak secara langsung ketika mereka tidak akan lakukan RUU Pemilu," tutur Ihsan.

Sponsored

Jangan sampai, kata Ihsan, DPR RI dan pemerintah beralasan tidak merevisi hanya karena produk hukum kepemiluan baru seumur jagung dan baru diimplementasikan pada satu gelaran pesata demokrasi.

"Tetapi tidak punya proyeksi yang cukup untuk evaluasi apalah perlu atau tidak dilakukan revisi," tegasnya.

Kedua, adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.

"Sebetulnya kan Perppu tentang Pilkada ditengah pandemi Covid-19 itu kan juga satu, ya sinyal dari kondisi saat ini bagi pembentuk UU bahwa ternyata memang UU Pemilu dan Pilkada kita belum cukup akomodatif," papar Ihsan.

Berita Lainnya
×
tekid