Kecil, peluang PDIP-Demokrat berkoalisi dalam Pilpres 2024
Belum tuntasnya konflik antara SBY dengan Megawati Soekarnoputri menjadi batu sandungan bagi PDIP dan Demokrat untuk berkoalisi.
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Usni Hasanudin, menilai, peluang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat berkoalisi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pangkalnya, masing-masing elitenya tidak harmonis akibat residu persaingan masa lalu.
"Apa saja bisa terjadi dalam politik, termasuk koalisi. Namun, persentase koalisi PDIP dengan Demokrat sangat kecil karena belum tuntasnya konflik Megawati dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," ujarnya saat dihubungi, Minggu (30/5) malam.
Perseteruan tersebut terjadi pada 2004 silam, menyusul majunya SBY dalam pilpres dan bersaing dengan Megawati Soekarnoputri. Padahal, Ketua Umum DPP PDIP menjadi petahana dan pendiri Demokrat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan era Kabinet Gotong Royong.
Karenanya, Usni sependapat dengan pernyataan Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, tentang peluang partai banteng moncong putih bermitra dengan Demokrat dalam "kontestasi kotak suara". Namun, tidak dengan dalih memiliki platform berbeda.
"Keduanya, baik PDIP maupun Demokrat, sama-sama menjadi partai nasional. PDIP dan Demokrat bahkan memiliki karakter politik dan organisasi kepemimpinan serupa, personalisasi kekuasaan dalam partai yang sangat tinggi," jelasnya.
"Karena begitu mengagungkan elitenya, maka rekonsiliasi hubungan SBY dan Megawati menjadi kunci agar koalisi PDIP dan Demokrat berjalan mulus," sambungnya.
Dirinya mengingatkan, SBY dan Mega dapat kembali membangun kebersamaan apabila mengedepankan cara-cara berpolitik yang baik dan tekad memberikan pendidikan politik kepada publik.
"Dalam kondisi pandemi dan kemerosotan ekonomi seperti sekarang, dibutuhkan kedewasaan dalam berpolitik bukannya saling menyerang personal yang ujung-ujungnya hanya akan meningkatkan suhu politik," tandas Usni.