sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kenaikan gaji PNS dan Polri, siasat Jokowi mendulang suara?

Sejumlah pihak menganggap wajar rencana kenaikan gaji PNS dan anggota Polri menjelang pemilu. Sebagian lainnya menganggap hal ini politis.

Kenaikan gaji PNS dan Polri, siasat Jokowi mendulang suara?

Politis?

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Irma Suryani Chaniago menyambut positif kebijakan tersebut. Menurut Irma, perbaikan kesejahteraan PNS perlu dilakukan secara bertahap, sejalan dengan peningkatan penerimaan negara.

“Artinya pemerintah sudah mulai longgar anggarannya, dan bisa memberikan kesejahteraan yang lebih kepada PNS dan Polri,” ucap Irma saat dihubungi, Selasa (19/3).

Irma pun tak peduli dengan anggapan sebagian pihak yang menilai kebijakan pemerintah ini bertujuan untuk kepentingan politik menjelang pencoblosan pada April 2019.

“Sah-sah saja yang mau bicara seperti itu. Tapi bagi pemerintah untuk menyejahterakan rakyat tidak harus di awal, tengah, atau akhir masa pemerintahan. Ketika anggaran negara memungkinkan, kenapa tidak?” kata Irma.

Di sisi lain, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Ferdinand Hutahaen mengatakan, pemerintah tampak sudah merencanakan kebijakan kenaikan gaji pokok bagi PNS dan anggota Polri untuk mendongkrak suara pada Pemilu 2019.

“Pemerintahan Jokowi tampak hanya memiliki kepentingan politik menjelang pemilu. Tidak murni dia mengambil kebijakan untuk kepentingan pegawai negeri,” ujar Ferdinand saat dihubungi, Selasa (19/3).

Idealnya, kata Ferdinand, kebijakan kenaikan gaji PNS dan anggota Polri dilakukan sebanyak 5% setiap tahun. Oleh karena itu, menurutnya, kebijakan tersebut tak tepat karena hanya dilakukan sekali.

Sponsored

Sejumlah siswa memberi hormat saat mengikuti upacara Penutupan Pendidikan Pembentukan (Diktuk) Bintara Polri Tahun Anggaran 2018/2019 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Metro Jaya, Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (4/3). /Antara Foto.

Ferdinand menuturkan, kebijakan dari peraturan pemerintah tersebut menunjukkan pemerintah sudah menyalahgunakan kekuasaannya. Tak hanya itu, kata dia, kebijakan tersebut juga melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terutama Pasal 282.

Di dalam Pasal 282 disebutkan, pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Mengacu pada pasal tersebut, Ferdinand menyayangkan absennya penindakan pelanggaran terhadap tindakan munculnya kebijakan kenaikan gaji pokok PNS dan anggota Polri, sebagaimana diwujudkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019.

“Kebijakan Jokowi itu memperalat kekuasaan untuk kepentingan politiknya sebagai petahana. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang tidak boleh diteruskan karena ketidakadilan adalah pintu masuk hancurnya bangsa,” ucapnya.

Kebijakan “gentong babi”

Kebijakan yang digunakan sebagai alat kekuasaan untuk kepentingan politik petahana dalam mendulang suara dikenal dengan istilah politik “gentong babi”. Istilah gentong babi, menurut peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengacu kepada pengeluaran yang diusahakan politikus untuk konstituennya.

Namun, dari segi muasalnya, Wasisto melihat gentong babi itu bisa dimaknai secara positif ataupun negatif.

“Dulu waktu kemunculannya pertama kali di Amerika Serikat, gentong babi adalah upaya senator untuk memberikan dana hibah kepada konstituennya. Yang seperti ini bisa dimaknai secara positif. Tapi, kalau melihat kasus di Filipina, gentong babi itu jadi praktik jual beli suara,” ujar Wasisto saat dihubungi, Selasa (19/3).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin melihat, penggunaan strategi gentong babi bagi petahana wajar dilakukan.

“Asalkan tidak membebani anggaran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), kebijakan tersebut sah-sah saja. Kan kebijakan itu yang menguntungkan PNS. Walau memang dilakukan mendekati pemilihan,” kata Ujang ketika dihubungi, Selasa (19/3).

Ujang menilai, jika anggarannya memang ada, gaji PNS memang harus dinaikkan. Terlepas ada pemilu atau tidak, mendekati pemilu atau tidak. Jika kebijakan kenaikan gaji PNS itu menguntungkan petahana, hal tersebut kata Ujang wajar.

Rangkaian tes seleksi kompetensi bidang (SKB) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kemenko Bidang Kemaritiman masih berlangsung di Hotel Media, Jakarta (Jumat, 07/12/2018). /twitter.com/kemaritiman

“Kebijakan ini jelas akan menaikkan elektabilitas petahana. Karena telah membuat kebijakan yang populis dan menyenangkan bagi PNS, walaupun persentasenya tak bisa diukur berapa,” katanya.

Ujang juga menilai, kebijakan ini pun dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono pada masa pemerintahannya. Siapapun presidennya, lanjut Ujang, bila petahana pasti akan menggunakan strategi gentong babi tersebut.

“Umumnya strategi politik gentong babi tidak melanggar aturan. Hanya memang menguntungkan petahana dan merugikan lawan politiknya,” ujar Ujang.

Di Indonesia, menurut Wasisto Raharjo Jati, kebijakan gentong babi sangat kentara pada masa Orde Baru, dengan didirikannya Yayasan Supersemar atau undian macam sumbangan dana sosial berhadiah (SDSB) dan porkas. Ia melanjutkan, bentuk kebijakan gentong babi ini tak hanya dilakukan Jokowi untuk menaikkan gaji PNS jelang pemilu.

“Jokowi misalnya sering menggunakan kebijakan gentong babi ini secara insidental. Saat berkunjung ke daerah-daerah kan Jokowi suka bagi-bagi sepeda, tas, dan buku. Dia pakai dana tak terduga untuk kegiatan seperti itu,” kata Wasisto.

Di dalam makalahnya berjudul “Fake populism or real populism: Pork barrel policy as political corruption in house of representative during 2009-2013” yang terbit di Journal of Government and Politics (2013) Wasisto menulis, kebijakan gentong babi seperti menunda kenaikan harga bahan bakar minyak, bisa menaikkan angka inflasi karena permintaan akan meningkat sedangkan suplai terbatas

Namun, Wasisto menulis, pada akhirnya gentong babi tidak ditujukan untuk membantu masyarakat, tetapi menjadi alat kampanye yang dimanfaatkan untuk mempopulerkan politikus dan partai secara instan dan sporadis.

Wasisto pun mengatakan, yang perlu diawasi publik dari kebijakan gentong babi adalah akuntabilitas dan transparansinya.

“Karena seringkali kebijakan gentong babi ini menggunakan dana taktis. Gentong babi ini lebih kepada strategi menaikkan popularitas,” ujar Wasisto.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, kenaikan gaji PNS dan anggota Polri beberapa hari jelang pemilu terbilang politis. Kecuali, kata dia, bila rencana kenaikan gaji itu dibahas dalam pembahasan APBN pada November 2018.

“Pembahasan APBN ini kan November kemarin ya, tetapi setahu saya tidak ada pembahasan soal kenaikan gaji ini. Jika sudah dibahas di sana tentu akan menghindari hal-hal yang berbau politis,” katanya saat dihubungi, Selasa (19/3).

Pemerintah, lanjut Enny, harus mengajukan permohonan ke badan anggaran dan harus melalui persetujuan DPR untuk menaikkan gaji PNS. APBN yang sudah ditetapkan, katanya, tidak dapat diubah sewaktu-waktu, kecuali hanya untuk mengubah nomenklatur.

“Harusnya sudah ada dalam APBN. Tapi kalau tidak ada, pemerintah dapat mengubah nomenklatur, gaji pokoknya ditambah, namun komposisi lainnya dikurangi. Kalau itu tidak perlu memperoleh persetujuan DPR,” ucapnya.

Sebenarnya, pada Agustus 2018 lalu, dalam sidang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) di Gedung DPR, Jakarta, Presiden Jokowi sudah menyampaikan langsung perihal rencana kenaikan gaji PNS sebesar 5% pada 2019.

DPR pun sudah memastikan anggaran untuk rencana kenaikan gaji PNS dan pembayaran gaji bulan ke-13 dan 14 sudah ada. Kenaikan ini juga sudah ditetapkan lewat pengesahan Undang-Undang APBN 2019 dalam rapat paripurna di Gedung DPR, pada akhir Oktober 2018.

Berita Lainnya
×
tekid