sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perludem: Koalisi parpol di daerah lebih ekstrem daripada pusat

Tren koalisi gemuk parpol terus meningkat. Imbasnya, terjadi kontestasi melawan kotak kosong di 25 daerah dalam Pilkada 2020.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 07 Mar 2021 21:09 WIB
Perludem: Koalisi parpol di daerah lebih ekstrem daripada pusat

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunissa Nur Agustyanti, mengatakan, kondisi koalisi partai politik (parpol) di daerah lebih ekstrem daripada di pusat. Hal itu dikarenakan koalisi yang dibentuk cenderung memborong semua partai.

Dampaknya, kata Khoirunissa, membuat calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) terus meningkat setiap tahun. Dalam Pilkada 2020, aklamasi alias melawan "kotak kosong" terjadi di 25 daerah.

"Angkanya terus meningkat. Di 2015 ada tiga daerah, di 2017 ada sembilan daerah, di 2018 (ada) 16 daerah, di 2020 ada 25 daerah," ujarnya dalam webinar, Minggu (7/3).

Khoirunissa mengatakan, situasi yang terjadi pada 2020 sama saja menunjukkan adanya peningkatan delapan kali lipat calon tunggal di wilayah. Ini karena daerah yang menggelar Pilkada 2015 masih sama dengan Pilkada 2020.

Lebih lanjut, Khoirunissa berpendapat, koalisi bongsor terjadi karena partai ingin mempertahankan eksistensi. Kondisi itu menyebabkan koalisi yang terbentuk tidak berdasarkan ideologi atau program, tetapi hanya berpijak pada kepentingan.

Sarat kepentingan, jelas Khoirunissa, kian terlihat di daerah sebagaimana saat "pesta demokrasi" digelar. Dia mengatakan, satu partai dengan partai lain bisa tak bersama-sama di tingkat pusat, tapi berkoalisi di daerah.

"Jadi, koalisinya memang sarat kepentingan karena koalisi yang isinya partai-partai. Ya, partai, kan, ingin eksistensinya bertahan," katanya.

Di sisi lain, dia menjelaskan, sistem politik yang berlaku saling berseberangan sebab pada satu sisi Indonesia menerapkan sistem presidensial, di lain hal multipartai. Padahal, beberapa ilmuwan politik menyatakan, sistem presidensial tak kompatibel dengan sistem multipartai.

Sponsored

"Jadi di awal sudah disebutkan tadi, kalau oposisinya terlalu kuat bisa menjadi pemerintahan yang terbelah. Tapi kemudian kalau semuanya bersatu, juga tidak menunjukkan pemerintahan yang baik karena tidak ada checks and balances," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid