Kursi Ketua MPR penjaga stabilitas politik nasional
Kursi Ketua MPR punya posisi strategis sebagai penjaga stabilitas politik nasional.
Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember Bayu Dwi Anggono berharap kursi Ketua MPR dialokasikan kepada orang yang tak punya ambisi politik di Pilpres 2024. Menurut Bayu, kursi Ketua MPR punya posisi strategis sebagai penjaga stabilitas politik nasional.
"Siapa pun Ketua MPR dia harus tidak punya ambisi. Apalagi deklarasi maju (untuk Pilpres 2024). Dia harus mewakili elite politik untuk mengingatkan pentingnya persatuan bangsa di tengah agenda-agenda politik," tutur Bayu dalam diskusi 'Negosiasi Kursi Ketua MPR yang Merusak Sistem Presidensial' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
Menurut Bayu, kursi pimpinan MPR kini tak lagi hanya bermakna simbolis. Terlebih, bergulir wacana MPR bakal menghidupkan lagi Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mengamandemen UUD 1945. Dikhawatirkan, MPR bakal memiliki kekuatan politik seperti pada era Orde Baru.
Karena itu, lanjut Bayu, kursi pimpinan MPR harus diberikan kepada orang-orang yang mau bekerja keras memelihara kerukunan nasional. "Minimal dia bisa mengkondisikan partai-partai dan memastikan tidak ada agenda-agenda lain. Makanya butuh mayoritas absolut dan bersyarat," ujar dia.
Saat ini, kursi Ketua MPR tengah diperebutkan sejumlah parpol, baik dari kubu pemerintah maupun kubu oposisi. Di kubu pemerintah, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasional Demokrat, dan Golkar, sudah menyatakan ketertarikan mereka. Di kubu oposisi, Gerindra sempat menyebut kursi Ketua MPR sebagai syarat rekonsiliasi.
Peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Hurriyah menilai sengitnya perebutan kursi pimpinan MPR merupakan hal yang wajar. Asalkan, kompetisi menduduki kursi pimpinan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Yang tidak wajar adalah ketika ada politik uang. Proses politik dilihat sebagai proses di mana perubahan-perubahan yang dibuat akan sangat tergantung dengan bagaimana elite mendefinisikan pilihan-pilihan yang ada," kata Hurriyah.
Lebih jauh, Hurriyah mengatakan, tak mudah bagi MPR untuk menghidupkan kembali GBHN dan mengamandemen UUD 1945 demi melengserkan Presiden. "Tahapannya sangat banyak dan berat. Preseden-preseden yang terjadi sebelumnya, posisi MPR seringkali adalah bentuk kompromi, negosiasi antarelit," tuturnya.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan, kursi pimpinan MPR saat ini menjadi incaran kader-kader parpol sebagai batu loncatan menuju kursi RI 1. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan perebutan kursi pimpinan MPR bakal diwarnai praktik-praktik lancung.
"KPK sudah memberi warning bahwa perdagangan jabatan bukan hanya terjadi di dalam birokrasi bawah. Semakin tinggi birokrasinya, justru semakin kencang potensi transaksionalnya. Kita sudah mulai mengendus, ada agenda untuk maju di 2024 dan terbukanya akses pada anggaran negara," kata dia.