sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mafindo: Perempuan paling rentan terpapar hoaks

Informasi hoaks diyakini akan membanjiri linimasa selama proses pilkada.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Minggu, 28 Jun 2020 15:59 WIB
Mafindo: Perempuan paling rentan terpapar hoaks

Presiden Masyarakat Anti Fitnah Indoenesia (Mafindo), Anita Wahid mengingatkan kaum perempuan agar mewaspadai informasi hoaks pada Pilkada 2020.

Ia meyakini informasi hoaks akan membanjiri linimasa selama proses pilkada, dan kaum perempuan akan menjadi sasaran besar untuk dipengaruhi.

Mafindo mencatat, mereka yang mudah sekali menjadi korban informasi hoaks untuk kepentingan politik adalah kaum perempuan. Hal itu tercermin dalam kontestasi Pemilu 2014, Pilkada 2017, Pilkada 2018, dan Pemilu 2019.

"Yang harus kita waspadai, sebenarnya adalah kemampuan siapa pun yang memiliki agenda untuk mempengaruhi perempuan di Pilkada 2020. Kita melihat bahwa pola ini sudah sangat sukses dipergunakan di Pemilu 2014 sukses, 2017 apalagi, 2018 sukses juga walaupun skalanya lebih kecil, dan Pemilu 2019 apalagi, luar biasa sampai membuat kita terpolarisasi," ujar Anita dalam sebuah diskusi daring bertajuk 'Perempuan, Pilkada 2020, dan Hoaks', Minggu (28/6).

Adapun penyebab mengapa kaum perempuan rentan sekali terpapar informasi hoaks dalam kontestasi pemilihan umum lantaran minimnya pendidikan politik, literasi digital, dan sikap proteksi yang tinggi.

Menurutnya, kaum perempuan biasanya lemah dalam memverifikasi informasi, serta latah atau lebih sensitif dalam merespons informasi tersebut.

Hal ini yang menjadikan banyak oknum dengan kepentingan politik menjadikan kelompok perempuan sebagai sasaran empuk mereka untuk menggulingkan lawan politiknya.

Isu-isu menangani kesetaran gender, seksualitas, biasanya dimainkan untuk mendapatkan dukungan kaum perempuan.

Sponsored

"Dalam konteks pilkada, perempuan tidak hanya menjadi kelompok yang menyebarkan informasi-informasi hoaks, mereka bahkan mulai menjadi pelaku pembuat hoaks. Terutama sekali dengan hal yang membuat resah mereka," terang dia.

Lebih jauh Anita menyampaikan, keadaan tersebut menunjukkan posisi perempuan di ranah perpolitikan masih sangat lemah.

Imbasnya, perempuan hanya dijadikan alat politik partai. Padahal, lanjut dia, harusnya mereka ditempatkan seimbang dengan kaum laki-laki. 

Oleh karena itu, Anita mendorong reformasi kebijakan yang bisa lebih mengafirmasi keterwakilan perempuan dalam perpolitikan Tanah Air.

Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu menerangakan, peran perempuan dalam konstestasi Pilkada 2020 masih sangat lemah. Keadaannya tidak akan jauh berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya.

Menurut Ninik, keterwakilan perempuan masih akan cenderung fluktuatif, lantaran budaya patriarki masih sangat kuat terlihat dalam politik Tanah Air.

"Budaya partiarki menjadikan perempuan menjadi subordinasi, termarjinalkan dalam politik," kata Ninik.

Bahkan, jelas Ninik, keterwakilan perempuan di panggung politik masih formalitas belaka dan banyak dijadikan alat politik dan objek kampanye saja.

Berita Lainnya
×
tekid