sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menimbang urgensi reshuffle kabinet di satu tahun Jokowi-Ma'ruf

Reshuffle kabinet berhenti pada tataran politis tanpa perbaikan kebijakan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 21 Okt 2020 15:54 WIB
Menimbang urgensi reshuffle kabinet di satu tahun Jokowi-Ma'ruf

Satu tahun sudah usia pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu. Sejumlah catatan dan evaluasi pun telah disampaikan berbagai pihak. Mulai dari aktivis, akademisi, politisi hingga pejabat pemerintah.

Kemarin, Selasa (21/10), Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti telah menyampaikan evaluasinya tehadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

Menurutnya, kinerja dalam satu tahun pemerintahan ini belum optimal, dilihat dari hasil kinerja lima prioritas janji yang disampaikan saat kampanye. Mulai dari pembangunan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur hingga regulasi terkait Undang-Undang Cipta kerja.

Aisah lantas menyarankan Presiden Jokowi me-reshuffle kabinetnya terhadap menteri yang tidak memiliki kapasitas dan lamban dalam bekerja.

Menenggapi hal itu, peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute (TII) Rifqi Rachman menilai, keputusan reshuffle kabinet Indonesia Maju perlu mempertimbangkan urgensinya. Pasalnya, pagebluk atau wabah Covid-19 masih berlangsung di Indonesia.

"Menurut saya, situasi pagebluk seperti sekarang memang perlu ditangani dengan lebih sigap, tetapi tetap transparan dan akuntabel," tutur Rifqi, kepada Alinea.id, Rabu (21/10).

Menurutnya, sikap tersebut tidak tertangani oleh para pembantu Jokowi. Para menteri, sambung dia, dianggap gagal dalam konteks kepekaan dan keawasan sejak awal wabah Covid-19 masuk ke Indonesia.

"Setelah isu ini bergulir menjadi kian mengkhawatirkan, cetak biru penanganan pandemi tidak juga berhasil muncul ke permukaan," ucap Rifqi.

Sponsored

Baginya, publik dibuat bingung oleh kebijakan pemerintah yang terkesan ada di zona mengambang, antara memprioritaskan sektor kesehatan atau ekonomi.

"Tentunya reshuffle juga bukan instrumen pamungkas, yang bisa membuat situasi menjadi lebih baik dalam sekejap," ujar dia.

Kendati demikian, Rifqi berharap perbaikan arah kebijakan dapat berjalan beriringan jika terjadi perombakan formasi menteri. Menurutnya, hal itu akan efektif menanggulangi segala persoalan bangsa.

"Jika tidak, reshuffle hanya akan berhenti di tataran politis semata dan mengesampingkan kebutuhan masyarakat yang senyatanya perlu diutamakan," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah mengancam melakukan reshuffle jika memang diperlukan untuk memulihkan ekonomi dan menangani Covid-19.

"Bisa aja membubarkan lembaga, bisa aja reshuffle (merombak kabinet). Sudah kepikiran kemana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi, kalau memang diperlukan," kata Jokowi dalam video yang diunggah Biro Pers Setpres pada pada 6 Juni lalu.

Mantan Wali Kota Solo ini menegaskan akan mengambil langkah extraordinary untuk rakyat Indonesia dan untuk negara.

"Tolong digaris bawahi, dan perasaan itu tolong sama, kita sama. Ada perasaan sense of crisis yang sama," ujar Jokowi saat itu.

Berita Lainnya
×
tekid