sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Politikus PKS soroti pelaksanaan karantina dan tes PCR WNI di bandara

Bagaimana mungkin seseorang harus jalani tiga kali PCR dalam sepekan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 25 Jan 2021 09:36 WIB
Politikus PKS soroti pelaksanaan karantina dan tes PCR WNI di bandara

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengungkap temuannya soal tidak dijalankannya tata laksana kebijakan karantina mandiri dan tes usap PCR (polymerase chain reaction) gratis bagi warga negara Indonesia (WNI) setibanya di Banda Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, dari perjalanan luar negeri.

Temuan itu, jelas dia, telah melanggar Keputusan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 No 6 Tahun 2001 terkait orang yang berhak dapat fasilitas karantina gratis, yakni pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa atau WNI yang secara ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan Surat Pernyataan Tidak Mampu (SPTM).

Dari hasil laporan yang diterima Mufida, banyak WNI yang langsung diberikan formulir SPTM untuk diisi dan tandatangan. Kondisi demikian, lanjutnya, menjadi pertanyaan besar.

“Kenapa tidak sejak awal disampaikan secara terbuka tentang isi kebijakan tersebut? Ini aneh. Tiba-tiba penumpang diminta tanda tangan pernyataan tidak mampu. Kami menerima informasi ini dan langsung konfirmasi ke lapangan," ungkap Mufida," dalam keterangannya, Senin (25/1).

Temuan itu, kata dia, juga menunjukkan fakta tidak tepatnya sasaran penggunaan dana untuk karantina mandiri, dan telah terjadi ketidakadilan implementasi kebijakan. Hal itu dilandasi dengan pemberian SPTM pada semua penumpang.

"Klasifikasi pelaku perjalanan luar negeri sudah bisa dilakukan sejak awal dari data visa yang pastinya tertera apakah mereka pelajar, PMI atau masyarakat yang mandiri atau subsidi, sehingga tidak salah implementasi kebijakan di saat tiba di bandara," ucapnya.

Tak hanya itu, politikus PKS juga menyoroti pelaksaan tes PCR yang berturut-turut bagi para penumpang, yakni saat sebelum terbang ke Indonesia, penumpang WNI sudah melakukan tes PCR sebagai syarat naik pesawat.

Pun setiba di bandara, WNI harus tes PCR lagi di lokasi karantina. Selang tiga hari, sebelum pulang ke rumah, penumpang juga diharuskan tes PCR kembali.

Sponsored

"Bagaimana mungkin seseorang, harus menjalani tiga kali PCR dalam hitungan sepekan, sangat tidak logis dan menurut saya berpotensi iritasi pada hidung. Belum lagi aspek psikologi dan biaya yang harus ditanggung oleh APBN maupun pribadi penumpang. Ini sangat aneh. Harus diperbaiki kebijakan ini," tutur dia.

Kendati demikian, Mufida meminta agar koordinasi antar instansi benar-benar diperbaiki. Dia menilai terlalu banyaknya stakeholder dan kuatnya ego sektoral dalam mitigas pandemi Covid-19.

"Ini sudah disampaikan berkali-kali. Persoalan birokrasi kita adalah tidak efisien dalam manajemen kerja dan penggunaan anggaran sehingga sering terjadi saling lempar tanggung jawab. Antara regulator dan pelaksana regulasi kurang memahami situasi di lapangan," ungkapnya.

Mufida menilai, sosialisasi kebijakan ke masyarakat sangat minim dan tidak jelas substansinya. Implementasi Kebijakan di lapangan sering tidak sesuai dan terjadi pembiaran situasi tersebut.

"Ini catatan yang harus segera diperbaiki," pungkas Mufida.

Berita Lainnya
×
tekid