sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

"Pilkada bisa diundur, nyawa rakyat tak bisa dikembalikan"

Menjaga nyawa rakyat lebih penting dari sekadar pilkada.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Senin, 21 Sep 2020 13:01 WIB

Desakan penundaan Pilkada Serentak 2020 yang akan dihelat 9 Desember mendatang terus bergulir menyusul terjadinya lonjakan kasus Covid-19. Desakan penundaan pilkada kian menjadi setelah terjadi pelanggaran protokol kesehatan di 243 dari 270 daerah yang menggelar pilkada.

Belum lagi adanya 60 calon kepala daerah yang dilaporkan terpapar Covid-19. Bahkan, Ketua KPU Arief Budiman dan salah satu komisioner, Pramono U. Tanthowi, pun telah dinyatakan positif Covid-19.

Teranyar, desakan keluar dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Muhammadiyah meminta KPU, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR meninjau kembali pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19. 

"Kami sampaikan bahwa usulan Muhammadiyah agar pelaksanaan Pilkada 2020 dipertimbangkan dengan seksama untuk ditunda pelaksanaannya," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi pers, Senin (21/9). 

Mu'ti menjelaskan, usul penundaan tersebut diungkapkan dengan alasan kemanusiaan di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, keselamatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 merupakan yang paling utama.

Terlebih lagi, saat ini jumlah pasien Covid-19 di Indonesia juga kian bertambah setiap harinya. "Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19," ujar dia.

Sebelumnya, desakan muncul dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kemarin, Minggu (21/9), PBNU meminta KPU, Pemerintah dan DPR untuk menunda pelaksanaan tahapan pilkada hingga tahap darurat kesehatan terlewati.

"Pelaksanaan pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya,” ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj.

Sponsored

Desakan yang sama juga muncul dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang meminta Pemerintah dan KPU peka terhadap krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19.

"Pembatalan atau penundaan tersebut sejalan dengan pikiran KAMI bahwa Pemerintah harus mengutamakan penanggulangan masalah kesehatan dan keselamatan rakyat daripada hal lain," ujar KAMI via keterangan tertulis yang diterima, Senin (21/9).

Merespons desakan penundaan pilkada tersebut, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menyebut jika dilanjutkan, maka akan terus menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

"Tunda saja, itu lebih baik dan akan melindungi nyawa rakyat Indonesia, dan di Desember itu juga puncak-puncaknya Corona. Perppu Pilkada juga memberi ruang pilkada bisa ditunda," ujarnya dihubungi Aline.id, Senin (21/9).

Jadi, sambung Ujang, untuk melindungi nyawa rakyat Indonesia harusnya pilkada ditunda. "Komisioner KPU pusat dan daerah sudah banyak yang terkena Corona. Calon kepala daerah juga banyak yang terinfeksi Corona. Jadi, kalau dipaksakan akan menjadi senjata makan tuan," bebernya.

Dalam kondisi demikian, lanjut Ujang, rakyat bisa makin banyak lagi yang bertumbangan karena Corona. "Menjaga nyawa rakyat lebih penting dari sekadar pilkada. Pilkada bisa diundur. Tapi nyawa rakyat tak bisa dikembalikan. Sayangi rakyat dengan cara menunda pilkada," katanya.

Terkait usulan KPU agar Presiden Jokowi menerbitkan perppu baru untuk pengetatan protokol kesehatan lantaran masih terjadinya kerumunan massa, Ujang menilai, perppu memang perlu direvisi. 

"Dan opsi penundaan pilkada dalam perppu juga ada dan terbuka. Perppu juga harusnya merevisi aturan kampanye yang membolehkan kerumunan massa seperti konser musik dan lain-lain. Harus ada terobosan dari Pemerintah, agar jangan sampai pilkada jadi klaster baru penyebaran Corona," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid