sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PKS: PKPU 13/2020 tak tegas atur pelanggar protokol kesehatan

PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tidak memberikan sanksi tegas kepada calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 25 Okt 2020 23:26 WIB
PKS: PKPU 13/2020 tak tegas atur pelanggar protokol kesehatan

Harapan publik agar ada sanksi tegas kepada kontestan Pilkada 2020 yang melanggar protokol kesehatan saat kampanye dianggap berat. Politikus PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan saat ini belum ada regulasi yang mengakomodir.

Menurut anggota Komisi II DPR ini, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 yang mengatur pelaksaan pilkada di masa pandemi Covid-19 juga tidak memberikan sanksi tegas kepada calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.

"Pada 4-6 September 2020, ketika pendaftaran kepala daerah, 243 pasangan daerah melanggar protokol Covid-19. Dan sekarang jumlah pertemuan tatap muka yang melanggar makin meningkat, tapi jumlah pertemuan daring atau kampanye daring makin menurun," ujarnya, Minggu (25/10).

Mardani mengatakan, saat ini yang digunakan dalam aktivitas pilkada di masa pandemi Covid-19 adalah Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Wilayah, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Harusnya, imbuh dia, yang digunakan adalah UU Pilkada. Akan tetapi, saat ini tidak ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu lanjutan yang membatasi kampanye terbuka.

"Oleh PKPU Nomor 13 Tahun 2020 dibatasi, tetapi tidak apple to apple UU dibatasi PKPU. Sama seperti 2015, PKPU mencoba untuk melarang mantan napi korupsi untuk daftar, (tapi) dibatalkan. Untuk pilkada prosesnya pasti berjalan, tetapi penegakan protokol Covid-19 harus jadi keprihatinan kita bersama," ujarnya.

Sebelumnya, muncul kesan masyarakat ingin sanksi tegas apabila calon kepala daerah melanggar protokol kesehatan saat kampanye Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Hal itu terlihat dari hasil survei nasional Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 24-30 September 2020.

"Diskualifikasi 50,3%, 8,4% sanksi pidana hukuman penjara, 16,7% denda sejumlah uang (dan) 18,2% tidak boleh melakukan kampanye kalau ada yang melanggar (protokol kesehatan)," papar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.

Sponsored

Survei dilakukan terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak dan berada hampir di seluruh wilayah Indonesia. Metode melalui wawancara telepon dengan margin error kurang lebih 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Kegiatan dilaksanakan pada 24-30 September 2020.

Sebagai informasi, awal Desember mendatang rencananya bakal digelar pesta demokrasi di tengah pagebluk Covid-19. Pilkada 2020 berlangsung untuk sembilan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 37 wali kota dan wakil wali kota, dan 224 bupati dan wakil bupati.

Berita Lainnya
×
tekid