sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Putusan MK soal verifikasi parpol persulit partai kecil

Putusan MK Nomor 55 Tahun 2020 tentang Pemilu beri tiket gratis bagi parpol besar.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Minggu, 30 Mei 2021 13:31 WIB
Putusan MK soal verifikasi parpol persulit partai kecil

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55 Tahun 2020 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) hanya memberi tiket gratis bagi partai besar yang lolos parlemen threshold (PT) atau ambang batas parlemen pada Pemilu 2024.

Menurut dia, putusan MK ini membuat partai kecil dan partai baru semakin sulit menjadi peserta pemilu. "MK dalam Putusan 55 Tahun 2020 ini menjadikan parlemen threshold sebagai tanda petik syarat atau tiket untuk menjadi lebih mudah menjadi peserta pemilu berikutnya," kata Khoirunnisa dalam diskusi virtual bertajuk "Cacat Nalar Putusan MK Soal Verifikasi Parpol", Minggu (30/5).

"Kalau PT sebelumnya sebagai ambang batas untuk bisa punya peluang di DPR, ini sekarang dia punya fungsi yang bertambah. Tiket untuk menjadi lebih muda peserta pemilu 2024," sambungnya.

Putusan MK 55/2020 merupakan hasil uji materi terhadap Pasal 173 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur soal ketentuan verifikasi partai politik peserta Pemilu. Pemohon uji materi ialah Partai Garuda.

Dalam permohonannya, para penggugat meminta agar MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945. Sehingga, partai politik yang sudah dinyatakan lulus verifikasi di Pemilu 2019 tidak perlu diverifikasi ulang untuk lolos sebagai peserta pemilu selanjutnya.

Dalam putusan MK terhadap uji materi yang diajukan Partai Garuda ini, parpol yang sudah lolos ambang batas parlemen dan punya kursi di DPR itu hanya melakukan verifikasi administrasi. Sementara parpol yang punya kursi di DPRD (provinsi/kabupaten/kota), parpol peserta Pemilu 2019 yang tidak lolos ambang batas parlemen dan parpol baru, tetap melakukan verifikasi baik faktual maupun administrasi untuk dapat mengikuti Pemilu 2024.

Kata Khoirunnisa, dalam putusan MK ini ada tiga hakim yakni Saldi Isra, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Pertimbangan tiga hakim ini masih sama dengan tiga putusan MK sebelumnya yakni putusan MK tahun 2008, 2012, dan 2017 yakni tetap melakukan verifikasi faktual dan administrasi.

"MK dalam putusan sebelumnya bahwa verifikasi faktual ini penting karena pertimbangan hukumnya, partai politik itu ketika mereka mendaftarkan diri sebagai parpol peserta pemilu itu pada start yang sama. Tidak ada perbedaan antara parpol yang sudah lolos PT ataupun belum, sehingga perlakukannya pun sama," jelas dia.

Sponsored

Ia mempertanyakan apakah parlemen threshold sudah didesain secara sistematis dan rasional. Apabila ini menjadi pegangan terus, khawatirnya, parlemen threshold justru semakin ditingkatkan ke depan.

"Sehingga semakin mempersulit parpol menengah kecil dan sebagainya. Mereka sudah susah lolos parlemen threshold dan kemudian ya kalau gak lolos parlemen threshold untuk menjadi peserta pemilu berikutnya lebih sulit lagi," katanya.

Menurut Khoirunnisa, putusan MK 55/2020 juga tidak mempertimbangkan Pasal 173 pada putusan MK sebelumnya terkait kantor dan keanggotaan parpol. Salah satunya adalah punya kantor 100% di provinsi.

"Nah, di kita kan ada 34 provinsi, tapi kabupaten/kota itu kan punya kemungkinan mekar/bertambah. Sehingga ini menjadikan berbeda di lapangan. Kondisi di lapangan yang memungkinkan berubah, sehingga parpol diperlakukan sama," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa, putusan MK 55/2020 juga akan menempatkan perempuan sebagai pelengkap di parpol, terutama parpol yang sudah lolos ambang batas parlemen. Bahwa salah satu syarat mengikuti pemilu ialah keanggotaan parpol memiliki kuota 30% perempuan.

Padahal, kata dia, perempuan di parpol itu punya posisi tawar yang tinggi. Parpol yang tidak memenuhi kuota 30% perempuan tidak bisa menjadi peserta pemilu.

"Jangan sampai ketika tidak dilakukan verifikasi faktual, parpol menjadi tidak serius menempatkan perempuan di kepengurusan parpol. Jadi pelengkap administrasi saja," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid